Visi 2030: Di Bawah Ben Salman, Saudi Akan Makin Liberal

Sebelumnya, dalam upaya yang disebut sebagai reformasi oleh MBS, Saudi telah membolehkan wanita Saudi untuk menyetir mobil sendiri dan menyaksikan pertandingan sepakbola di stadion, walaupun dipisah antara tribun lelaki dan perempuan. Langkah liberalisasi berselubung slogan reformasi yang diprakarsai putera mahkota itu mencabut sejumlah larangan agar bisa mendongkrak kegiatan ekonomi dan mengurangi ketergantungan terhadap minyak. Reformasi ditujukan untuk memberikan kebebasan yang lebih besar kepada kaum perempuan. Padahal sebelumnya, kaum perempuan di Saudi banyak mendapatkan batasan karena merujuk pada aturan agama Islam.

Hingga saat ini, saya belum mendapati komentar ulama di dalam maupun di luar Saudi terkait liberalisasi Saudi yang dimotori oleh MBS. Jika melihat upaya konsolidasi terhadap keluarga kerajaan yang sangat tegas, hingga mengurung dan memenjarakan keluarganya sendiri, bukan tak mungkin hal itu dilakukan sebagai ancaman dari MBS kepada siapapun yang berupaya melawan visi 2030-nya. Padahal sesuai hukum fisika, semakin besar gaya yang diberikan maka akan semakin besar pula tekanan yang dihasilkan. Suatu saat, MBS pasti akan kena batunya.

Jika sebelumnya Iran digoncang aksi demonstrasi di dalam negeri akibat kebijakan ekonomi yang merugikan rakyatnya, nampaknya pergolakan di Arab Saudi hanya tinggal menunggu waktu. Meski Saudi berupaya tetap mempertahankan subsidi dan meminimalisir sekecil apapun ketidaknyamanan yang timbul dari warga negaranya, gejolak politik perlahan-lahan bisa menggerogoti singgasana Muhammad Bin Salman. Suara-suara kritis seperti Saleh al-Shehi pasti bukan yang pertama dan terakhir. Kini, dua kekuatan utama di Timur tengah, Saudi dan Iran sama-sama mendapat guncangan dari dalam. Siapa yang paling kuat bertahan? Biarlah waktu yang nanti akan menjawabnya.

Penulis: Fajar Shadiq (kk/kiblat.net)