Waspada Potensi Gempa Tanah Jawa

Seminar dan kajian para peneliti gempa tidak lahir tiba-tiba dan begitu saja. Gempa berkekuatan 6,1 M di siang bolong pada 23 Januari 2018 yang melanda Banten dan merusak ratusan rumah, menjadi salah satu latar belakang. Getaran gempa yang terasa hingga Sukabumi itu diikuti dua gempa susulan berkekuatan 5,1 M pada 24 dan 26 Januari.

Jawa, seperti Sumatera, berada di jalur utama pertemuan antara lempeng Indo-Australia dari Samudera Hindia yang menghunjam lempeng Eurosia. Jalur yang disebut subduksi utama itu membentang dari ujung Aceh menyusuri perairan Sumatera bagian barat, sepanjang selatan Jawa, hingga Nusa Tenggara.

Di sepanjang bentangan jalur subduksi utama itu terdapat beberapa patahan naik yang menjadi episentrum gempa, mulai dari yang dangkal hingga kedalaman ratusan kilometer. Episentrum gempa yang dangkal–sekitar 30 km–di jalur subduksi itu membuat gempa amat terasa di permukaan dan berdampak besar, sehingga kemudian disebut megathrust.

Salah satunya adalah gempa 9,1 M diikuti gelombang tsunami setinggi 10 meter yang menerjang tanah Aceh 40 menit kemudian pada 26 Desember 2004. Bencana alam yang menewaskan lebih dari 220 ribu orang ini tercatat sebagai salah satu gempa dan tsunami paling mematikan.

Gempa yang bersumber dari megathrust memang memiliki kekuatan cukup dahsyat dan berpotensi tsunami. Sebab sumbernya berupa patahan naik antarlempeng dengan bidang yang luas dan berada di bawah laut.

Karakter megathrust di Jawa berbeda dengan Sumatera meski sama-sama berada di jalur subduksi utama. Irwan Meilano, pakar geodesi dan mitigasi bencana dari ITB, mengatakan bahwa Jawa sebenarnya cenderung lebih tenang dibandingkan Sumatera.

“Usia subduksi di Jawa jauh lebih tua dibandingkan Sumatera. Berdasarkan beberapa literatur, usia subduksi yang lebih muda itu lebih aktif,” ujar Irwan ketika ditemui kumparan di kampusnya, Bandung, Kamis (4/10).

Karena lebih tua, maka periode akumulasi energinya lebih panjang jika dibandingkan Sumatera. Berdasarkan Buku Peta Gempa 2017, usia kerak yang menunjam di bawah Sumatera tergolong muda, yakni 46 juta tahun. Berbeda dengan Jawa yang berusia lebih dari 100 juta tahun, sehingga aktivitas seismiknya lebih berat dan dingin.