Makna Dibalik Kota Makkah Sebagai Tanah Haram [Bag.I]

Eramuslim – Berada di di Arab Saudi, Mekah adalah salah satu kota suci umat Islam dimana terdapat sebuah bangunan utama yang bernama Masjidil Haram dengan Ka’bah di dalamnya. Kota ini ramai di kunjungi oleh umat Islam dari berbagai penjuru dunia, baik untuk sekedar melaksanakan ibadah haji tahunan ataupun umrah.

Seperti berbagai kota di belahan dunia lainnya, kota Makkah Al Mukaromah memilki nama lain atau nama istilah. Contohnya kota jakarta pada abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Pajajaran. Begitu juga Makkah yang sering di sebut sebagai tanah haram. Padahal yang namanya haram dalam agama Islam itu adalah sesuatu yang dilarang, maksudnya apabila dikerjakan akan mendapatkan dosa dan apabila di tinggalkan akan mendapat pahala.

Lalu mengapa Mekah sering juga di sebut sebagai tanah haram? Tanah Haram adalah tanah yang suci bagi umat Islam dimana tidak ada pengaruh orang kafir dibenarkan di dalamnya. Sedangkan batas tanah haram yang berlaku semua ketentuan tentang tanah haram itu adalah batas miqat makani sebagaimana yang berlaku buat jamaah haji. Maka para batas-batas miqat itulah seorang non muslim sudah tidak boleh lagi masuk ke dalamnya.

Apa saja yang di haramkan di kota Makah? Berikut ulasannya:

Larangan Berperang di Dalamnya.

Seperti kita ketahui bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam melarang pada sahabatnya melancarkan peperangan, kecuali jika ada yang memulai peperangan terhadap kaum Muslimin. Setelah diberitahukan kepada beliau bahwa Khalid bin Walid diserang terlebih dahulu kemudian mengadakan perlawanan, maka beliau bersabda: “Ketentuan (qadha‘) Allah itu baik“. Selain dari yang dilakukan Khalid bin Walid ini tidak terjadi peperangan lainnya di mekkah.”

Selain itu Nabi Saw juga pernah bersabda pada hari penaklukan Mekkah : Dalam hadits dari Ibnu Abbas ra, Nabi menyebutkan rahasia penamaan Mekah dengan tanah haram

إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، فَهْوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لأَحَدٍ قَبْلِى ، وَلَمْ يَحِلَّ لِى إِلاَّ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ

“Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Dia adalah kota suci dengan dasar kemuliaan yang Allah tetapkan sampai hari Kiamat. Belum pernah Allah halalkan berperang di dalamnya, sebelumku. Dan Allah tidak halalkan bagiku untuk memerangi penduduknya, kecuali beberapa saat di waktu siang (ketika Fathu Mekah).”

Dalam riwayat yang lain Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Mekkah telah diharamkan oleh Allah, bukan manusia yang mengharamkannya, tidak boleh bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir menumpahkan darah dan mencabut pohon di mekkah. Seandainya ada yang berdalih bahwa Rasulullah Saw pernah melakukan peperangan di Mekkah, maka katakanlah kepadanya Allah mengijinkan hal itu kepadanya hanya sebentar. Sekarang keharaman (kehormatan)nya telah kembali sebagaimana semula.“ (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari sini para ulama menyimpulkan bahwa kita tidak dibolehkan melakukan peperangan di Mekkah dan hal-hal yang disebutkan di khutbah Nabi Saw pada hari penaklukan. Tetapi para ulama kemudian membahas tentang bagaimana cara pelaksanaan hal ini dan cara mengkompromikannya dengan nash-nash yang memerintahkan agar memerangi kaum Musyrikin, para pemberontak dan orang-orang yang telah divonis qishash.

Mereka berkata: “Berkenaan dengan orang-orang Musyrik dan atheis maka tidak ada masalah dengan mereka ini, sebab sesuatu syariat mereka tidak dibolehkan tinggal di mekkah. Bahkan sekedar masuk saja menurut Syafi‘iyah dan kebanyakan ulama Mujtahidin, mereka tidak dibolehkan.” (BM/Ram)