Menlu AS Tolak Sanksi Ekonomi Kepada Myanmar

Eramuslim – Aktivis menyerukan tindakan yang lebih kuat untuk menghentikan “genosida yang terus berlanjut” terhadap Muslim Rohingya, termasuk  sanksi ekonomi terhadap Myanmar yang dengan tegas ditolak Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson.

Dalam konferensi pers bersama dengan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi di ibukota Naypyitaw pada hari Rabu (15/11) kemarin, Tillerson mengatakan bahwa dirinya lebih menyukai sanksi individual terhadap pejabat militer atas keterlibatan mereka dalam kekejaman berdasarkan “informasi yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan”.

Menanggapi permintaan Tillerson untuk penyelidikan independen, Tun Khin yang menjabat presiden Organisasi Rohingya Burma yang berbasis di Inggris bertanya bagaimana hal itu akan dilakukan ketika militer menolak mengizinkan sebuah misi pencarian fakta di lapangan.

“Warga Rohingya menghadapi genosida di abad 21. Inilah saatnya bertindak. Apa yang dilakukan AS dan masyarakat internasional tidaklah cukup,” ujar Tun Khin.

Menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada hari Selasa (14/11) oleh the United States Holocaust Memorial Museum dan Fortify Rights, ada “bukti kuat” genosida terhadap Muslim Rohingya di Myanmar.

Chief executive officer Fortify Rights, Matthew Smith mengatakan, ““Kejahatan ini berkembang dengan impunitas dan tidak ditindak. Pengutukan tidaklah cukup. Tanpa tindakan internasional yang mendesak pertanggungjawaban, kemungkinan pembunuhan massal lebih besar.”

Tun Khin meminta sanksi yang ditargetkan terhadap militer Myanmar, yang telah mengusir sekitar 600.000 Rohingya dari negara bagian Rakhine barat ke negara tetangga Bangladesh sejak Agustus.

“Setiap hari Rohingya dibunuh dan rumah mereka dibakar. Sudah dua setengah bulan sejak serangan militer dimulai dan masih terjadi kekejaman,” pungkasnya. (JI/Ram)