14 Masalah Kunci dalam RKUHAP: YLBHI dan Koalisi Sipil Desak DPR Hentikan Proses Tertutup dan Tergesa-gesa

Eramuslim.com – Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, mengungkapkan 14 masalah serius dalam penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Hal ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR pada Senin, 21 Juli 2025. Ia menyoroti tidak hanya isi RKUHAP, tapi juga proses pembuatannya yang dinilai tidak transparan dan minim partisipasi publik.

Isnur mengingatkan bahwa penyusunan hukum acara pidana yang menyangkut hak seluruh warga negara harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat sipil secara bermakna. Ia menyatakan akan terus mengawasi proses ini dan siap melakukan berbagai aksi publik demi mendorong pembenahan, termasuk edukasi masyarakat dan demonstrasi jika diperlukan.

Menanggapi hal itu, Komisi III DPR menyatakan belum akan mengesahkan RKUHAP dalam waktu dekat dan menjanjikan proses yang lebih terbuka. Namun, Isnur tetap skeptis dan mengingatkan bahwa janji tersebut harus dibuktikan, bukan hanya diucapkan.

Berikut 14 poin krusial yang menjadi catatan koalisi masyarakat sipil:

  1. Proses tertutup dan terburu-buru
    Penyusunan RKUHAP dilakukan secara diam-diam dan cepat, tanpa melibatkan publik, sehingga merusak legitimasi hukumnya.

  2. Peran advokat masih lemah
    Akses pengacara terhadap bukti tidak dijamin dan belum ada perlindungan terhadap kriminalisasi advokat saat mendampingi klien.

  3. Bantuan hukum tidak dijamin penuh
    Tersangka, saksi, dan korban belum dipastikan bisa mendapat pendampingan hukum; bahkan ada pasal yang melegitimasi penolakan advokat.

  4. Kewenangan penyelidikan tanpa batas
    Aturan soal teknik penyelidikan seperti undercover buy membuka celah penyalahgunaan karena minim kontrol.

  5. Kepolisian terlalu dominan
    Posisi Polri terlalu kuat dibanding PPNS, menciptakan ketimpangan dalam penegakan hukum dan melemahkan penyidikan berbasis keahlian.

  6. TNI jadi penyidik pidana umum
    Wewenang TNI untuk menyidik kasus sipil dinilai berbahaya karena bisa melanggar HAM dan melemahkan supremasi hukum sipil.

  7. Tidak ada perlindungan jelas dari penyiksaan
    Hak bebas dari penyiksaan tidak dirumuskan secara tegas dan belum sesuai standar internasional seperti ICCPR dan UNCAT.

  8. Kelompok rentan diabaikan
    Perempuan, anak, disabilitas, dan lansia belum mendapat perlindungan hukum operasional dan mekanisme pengaduan yang layak.

  9. Tak ada kontrol atas upaya paksa
    Penangkapan dan penahanan bisa dilakukan tanpa pengawasan hakim, melanggar prinsip habeas corpus.

  10. Praperadilan dipersempit
    Fungsi praperadilan untuk mencegah pelanggaran hak dilemahkan. Hak baru bisa dipulihkan setelah dilanggar, bukan dicegah.

  11. Pengawasan hakim bisa diabaikan
    Polisi dapat melangkahi izin pengadilan dengan alasan “keadaan mendesak” yang sifatnya subjektif dan rawan disalahgunakan.

  12. Komitmen HAM menurun
    Frasa “selaras dengan konvensi HAM internasional” dihapus dari pertimbangan hukum, menunjukkan mundurnya posisi negara terhadap HAM.

  13. Restorative justice berisiko rugikan korban
    Diterapkan sejak awal penyelidikan tanpa jaminan perlindungan bagi korban, dan memberi kewenangan hakim ke tangan penyidik.

  14. Pengadilan koneksitas tetap dipertahankan
    TNI tetap bisa diadili di luar pengadilan sipil untuk kasus pidana umum, yang seharusnya menjadi yurisdiksi peradilan sipil.

Di satu sisi, DPR dan pemerintah berjanji akan membuka ruang diskusi, tapi di sisi lain, draf RKUHAP sudah masuk tahap finalisasi tanpa partisipasi publik yang berarti. Mereka bicara transparansi, tapi prosesnya berlangsung diam-diam. Mereka bicara perlindungan HAM, tapi isi pasalnya justru mengancam hak asasi.

Kita tidak bisa hanya diam. Berikut langkah konkret yang bisa dilakukan masyarakat sipil:

  1. Sebarkan informasi — Banyak orang belum tahu bahaya RKUHAP. Edukasi lewat media sosial, diskusi komunitas, atau forum publik bisa jadi awal perlawanan.

  2. Desak wakil rakyat — Tag, email, atau datangi anggota DPR dari daerah pemilihan kita. Tuntut agar mereka tidak asal sahkan RKUHAP tanpa partisipasi bermakna.

  3. Dukung aksi koalisi sipil — Gabung atau bantu sebarkan kampanye dan aksi dari YLBHI, ICJR, LBH, dan lainnya. Dukungan publik adalah tekanan politik yang nyata.

  4. Bangun gerakan lintas isu — RKUHAP bukan isu hukum semata. Ini menyangkut keadilan sosial, HAM, kebebasan berekspresi, dan hak minoritas. Semakin luas spektrum gerakannya, semakin kuat pengaruhnya.

  5. Gunakan ruang demokrasi — Ajukan petisi, buat konten edukatif, atau gelar mimbar bebas. Jangan biarkan isu ini dibungkam.

Jangan biarkan hukum acara pidana disusun tanpa suara kita. Ini bukan hanya soal pasal-pasal, ini soal masa depan keadilan bagi semua warga negara.

Sumber: tempo.co

Beri Komentar