Ada Monopoli Dalam Uang Elektronik

Eramuslim – Munculnya aturan keharusan menggunakan uang elektronik atau e-money saat bertransaksi dinilai merugikan hak konsumen dan bentuk monopoli. Menurut Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak konsumen semestinya memiliki kebebasan untuk memilih.

“Dalam ekonomi itu substansinya adalah konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih. Nah, kalau konsumen kehilangan kebebasan memilih, disitu berarti ada pelanggaran terhadap hak konsumen,”ungkap Dahnil saat ditemui di Gedung PP Muhammadiyah, Jumat (22/09) akhir pekan kemarin.

Menurut lulusan Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu,  uang elektronik boleh diterapkan selama tetap menyediakan opsi penggunaan tunai sebagai alat pembayaran. Keharusan penggunaan uang elektronik untuk bertransaksi merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak konsumen.

“Tetapi tidak kemudian menutup transaksi tunai lainya, itu yang tidak boleh. Misalnya tol harus pake e-money, nah itu menurut saya merupakan pelanggaran terhadap hak konsumen, karena seharusnya konsumen bisa memilih,” tandasnya.

Dahnil menilai biaya isi ulang atau top-up uang elektronik sah-sah saja. Syaratnya, ada pilihan bagi konsumen dalam melakukan pembayaran, baik tunai maupun nontunai.

“Kalau konsumen tidak punya pilihan yang lain lalu biaya top-up pun ada, itu yang jadi masalah,” imbunya.

“Kalau ada konsumen yang tidak mau (e-money) ya tidak usah pakai. Masalahnya kalau ada biaya top-up dan konsumen tidak diberi opsi yang lain, itu yang bagi saya merupakan pelanggaran terhadap hak konsumen, karena ada unsur monopoli disitu,” pungkasnya. (KI/Ram)