Ahli; Menembak Mati Terduga Teroris MELANGGAR HUKUM

Eramuslim – Densus 88 Antiteror Polri telah menangkap 74 terduga teroris pasca ledakan bom bunuh diri di Mapolres Surabaya dan penyerangan Mapolda Riau pertengahan Mei lalu. Dari 74 terduga teroris yang ditangkap 14 ditembak mati karena melakukan perlawanan.

Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir menyebut penembakan mati terhadap terduga teroris oleh aparat penegakan hukum seperti tidak adanya nilai kemanusiaan di negara Pancasila.

“Kalau dibunuh orang lain (terduga teroris), itu dasarnya apa, hukum nya apa, semuanya apa, ini menjadi masalah hukum yang serius, karena apa? Membunuh orang di negara pancasila seolah-olah ga ada harganya (oleh aparat). Nilai kemanusiaan seperti engga ada,” katanya saat dilansir Fin.co.id, Rabu (23/5).

Jika dilihat dengan aturan hukum Indonesia, Kata Mudzakir, aparat penegak hukum yang menembak mati orang yang dikatakan baru berstatus terduga teroris, sangat melanggar hukum.

“Jelas positif sudah melanggar, padahal kalau operasi opersi itu bersifat sicret, perlawanan seperti apa, klo cuma perlawanan fisik kenapa harus dimatikan,  saya kira ini negara harus menjelaskan,” jelasnya.

Mudzakir melanjutkan, yang menjadi permasalahan lain, yakni soal status terduga teroris, kapan orang itu dinyatakan status terduga teroris? Kapan orang itu diduga teroris? Ini tidak ada penjelasnnya dari aparat penegak hukum

Kapan orang dinyatakan teroris, diduga teroris itu kapan dia itu diduga teroris, apakah karana pergi ke timur tengah? Apa gabung ke ISIS atau apa. Kalau gabung disana, terorisme itu ada disana, disini itu diadili bukan dibunuh. Kalau misalnya itu bener bener terbukti. ‎Saya kira harus jelas dalam negara hukum Indonesia,” tegasnya.