AHY: Gaji Sopir Asing Rp 15 Juta, Lokal Rp 5 Juta

Eramuslim.com – Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) untuk Pemilukada 2018 dan Pilpres 2019 Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik Perpres No. 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang disahkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo

Perpres tersebut, kata dia, memunculkan kekhawatiran pada kaum buruh dan pekerja, yang ditemuinya di lapangan. “Dirasakan, kurang berpihak pada mereka,” kata Agus dalam orasinya di hadapan kader Partai Demokrat, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Sabtu (9/6).

Agus menceritakan, baru-baru ini, ia kembali dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Ia mengaku melihat sendiri banyak TKA yang bekerja bukan hanya, sebagai tenaga ahli, atau dalam kapasitas manajerial saja, tetapi juga, pada tingkatan buruh, sopir, dan pekerja lapangan lainnya.

“Pekerjaan-pekerjaan, yang seharusnya mampu dilakukan, oleh tenaga kerja kita,” ujar Agus.

Hal ini, lanjut Agus, dikonfirmasi, oleh hasil investigasi Ombudsman tahun 2017 terkait isu TKA ilegal, di berbagai provinsi. Agus mengatakan, Ombudsman, menemukan terjadinya, diskriminasi perlakuan, hingga gaji yang tidak berimbang; antara TKA, dan tenaga kerja lokal, untuk jenis pekerjaan yang sama.

“Bayangkan dalam sebulan, sopir TKA, dapat 15 juta rupiah. Sedangkan, sopir tenaga kerja kita, hanya dapat lima juta rupiah saja,” kata Agus.

Putra Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ini menekankan, seharusnya mendahulukan hak rakyat. Hak tersebut berupa memperoleh kesempatan kerja di negeri sendiri. “Kita tidak anti asing, tapi kita, tidak terima, jika rakyat dikalahkan; dinomorduakan, atau hanya, jadi penonton, di negeri sendiri,” ujar mantan perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu.

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia menemukan ada ketidaksesuaian antara data resmi pemerintah mengenai Tenaga Kerja Asing (TKA) dan kondisi sebenarnya di lapangan. Salah satunya, Komisioner Ombudsman RI Laode Ida mengungkap, ada indikasi TKA yang berada di Indonesia kebanyakan melakukan pekerjaan kasar.

“TKA yang jadi buruh kasar ada di mana-mana. Di Morowali saja ada 200 orang yang jadi sopir,” kata Laode beberapa waktu lalu, saat memaparkan hasil investigasi Ombudsman. Investigasi tersebut dilakukan Ombudsman pada Juni-Desember 2017 di tujuh provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatra Utara dan Kepulauan Riau. Laode melanjutkan, TKA paling banyak ditemui di sektor pembangunan smelter dan konstruksi.