Aktivitas Misionaris Paska Tsunami Terjadi di Pedalaman Aceh, Kerja BRR Dinilai Belum Maksimal

Kordinator Muzakarah Ulama dan Habaib Kyai Haji Mudzakir Abu Faqih menyatakan, indikasi permurtadan yang dilakukan orang-orang yang tergabung dalam LSM asing pada anak-anak Aceh paska tsunami memang benar terjadi. Hal ini dibuktikan dengan temuan benda-benda berupa tanda salib dan buku injil yang diselipkan dalam bantuan ke Aceh dan juga melalui doktrin-doktrin yang isinya membujuk anak Aceh dengan cara membandingkan antara Allah dengan tuhan mereka.

"Orang asing yang bisa berbahasa Indonesia telah mendoktrin anak Aceh dengan mengatakan, ‘Lihat Tuhan kamu tidak adil, kejam, rumah kamu saja dihancurkan tapi rumahNya (mesjid-red) tetap Ia jaga’," papar KH. Mudzakir menirukan perbincangan antara misionaris dengan anak-anak Aceh yang sempat didengar oleh para relawan Muslim.

Menurutnya, temuan tersebut diketahui berdasarkan laporan para relawan yang bekerja di Aceh sejak awal bencana tsunami dan kegiatan tersebut terjadi hampir di seluruh wilayah Aceh. Terutama di kawasan pedalaman yang tidak terjangkau oleh relawan dari Indonesia.

"Kasus demikian banyak sekali ditemukan, apalagi yang tidak terlihat, belum bisa dihitung," sambung Mudzakir yang dijumpai dalam acara seminar dan dialog "Perubahan Sosial dan Pemurtadan Paska Tsunami di Aceh’ di gedung Joang, Jakarta, Kamis (5/1).

Ia menilai, situasi sulit telah memicu masyarakat Aceh bersikap pasrah dengan segala bentuk bantuan. Namun jika dibiarkan, akan merusak akidah dan budaya masyarakat Aceh.

Kyai Haji Mdzakir menambahkan, pola-pola pemurtadan yang umumnya dilakukan oleh para misionaris paska tsunami melalui cara adopsi anak, memberikan bantuan dan pendekatan melalui pendidikan. Sedangkan yang melalui video atau kaset, belum ditemukan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Hilal Merah, Hilmy Bakar Almas Caty menilai gerakan misionaris di Aceh paska tsunami sangat tangguh dan berani mati. Langkah awal yang mereka targetkan adalah membuat masyarakat Aceh tidak bangga menjadi umat Islam.

Kerja BRR belum Maksimal

Hilmy juga menilai kerja Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-BRR yang dibentuk pemerintah belum maksimal. Ia menyayangkan BRR yang sudah mengeluarkan izin bagi LSM non Muslim yang akan membangun mesjid.

"Pembangunan yang dipelopori oleh BRR tidak tepat sasaran, tidak jelas konsepnya. Contohnya, LSM Katolik Church Relief Service (CRS) berencana membangun mesjid di 6 tempat di daerah Aceh. Saat ini proposalnya sudah ada di Pemda," papar Hilmy.

Menurutnya, konsep pembangunan yang dilakukan BRR tidak sesuai dengan agama dan budaya masyarakat Aceh yang pada dasarnya sangat membutuhkan bantuan yang sifatnya spiritual dan bukan materil.

"BRR tidak mengerti syariat dan budaya masyarakat Aceh. Ini sangat meresahkan masyarakat dan BRR juga sangat arogan dengan menganggap lembaganya sebagai rekomendasi AS," jelas Hilmy.

Menyikapi masalah ini, gabungan beberapa ormas Islam akan mengirimkan kembali para relawannya. Mereka akan memfokuskan pada bantuan spiritual yang akan dilakukan oleh para da’i dan pendidik yang jumlahnya sekitar 1.000 orang. Selain itu ormas Islam akan merekomendasikan pada presiden agar segera mengambil tindakan tegas dalam menyikapi pergeseran budaya di Aceh. Karena sebagai daerah yang diberi kewenangan pelaksanaan Syariah Islam, implementasi yang dilakukan Pemda terkesan sangat lambat. Ormas-ormas Islam ini juga akan mendesak presiden untuk memulangkan LSM yang tidak mampu bekerja secara manusiawi serta membubarkan BRR jika tidak mampu bekerja secara efektif.

Hilmy berharap Presiden SBY segera merespon rekomendasi tersebut, sehingga menjadi permasalahan di masa datang yang dapat memicu perang antar agama.
(novel/ln)