Aneh, Kemenkes Enggan Gunakan APD Made In Indonesia

Belakangan, konsorsium itu dikabarkan terlambat menerima dari Kemenkes. Ribuan buruh terancam di-PHK karenanya.

Menurut Redma, jika ada pabrik yang sanggup memenuhi pesanan dari Kemenkes, kemungkinan besar mayoritas bahannya berasal dari impor karena spunbond non woven cukup langka di Indonesia. Hal ini ini bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Joko Widodo Mei 2020 lalu yang ingin mengurangi impor alat kesehatan yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

“Kemarin sudah diingatkan jangan impor-impor lagi. Tapi tetap saja impor lagi,” ucap Redma.

Enggan Menggunakan APD Lokal

 

Sekretaris Jenderal API Rizal Tanzil Rakhman juga mengeluhkan masih maraknya impor APD di Indonesia. Menurutnya, produksi APD di dalam negeri sudah bisa memenuhi kebutuhan. Produksi APD di sini memiliki kapasitas 16 juta pcs per bulan, sementara kebutuhannya hanya 3-4 juta pcs.

Rizal bilang di tengah kesulitan dunia usaha karena pandemi, pemerintah sudah sewajarnya mengutamakan penyerapan produk dalam negeri apalagi yang dibutuhkan secara massal dalam penanganan COVID-19. Penyerapan ini, katanya, apat membantu kondisi keuangan perusahaan termasuk pembayaran gaji karyawan meski hanya setara 3-5 persen dari total produksi.

“Karena seharusnya prioritas penggunaan produk dalam negeri itu harus terimplementasi, bukan sekadar lip service saja” ucap Rizal saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (3/6/2020).

Penjelasan Rizal memang bisa dimengerti. Menurut data Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), per Jumat (29/5/2020) saja sudah ada 6 juta pekerja yang dirumahkan dan di-PHK. Sekitar 2,1 jutanya adalah pekerja tekstil. Jumlah itu juga setara 80 persen pekerja tekstil yang totalnya mencapai 2,7 juta orang.

Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (IKATSI) Suharno Rusdi mengatakan kapasitas produksi non-woven nasional yang bisa disuplai ke APD hanya sekitar 1 juta potong per bulan. Sementara bahan woven yang dimiliki produsen lokal mampu memasok lebih dari 375 juta potong APD per bulan.

“Kalau ada produsen lokal klaim bisa suplai APD dari non-woven lebih dari 1 juta per bulan, harus diteliti lagi, pasti campur dengan APD impor,” kata Rusdi dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Jumat (15/5/2020).

Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya menampik jika mereka tidak menerima APD lokal karena perkara pemilihan bahan baku. Ia menegaskan bahan APD yang diterima tidak dibatasi dibuat dari spundbond saja. Ia menegaskan Kemenkes dan BNPB mengatur ada beberapa bahan yang dibolehkan, dengan syarat mampu mencegah droplet darah dan cairan.

Sementara Sekjen Kemenkes Oscar Primadi memastikan kalau APD untuk COVID-19 berasal dari produsen lokal. Meski demikian, ia tak menampik kalau sebagian bahan bakunya juga tetap mengandalkan impor.

“APD semua dalam negeri. Mungkin bahan bakunya ada lokal, ada impor,” ucap Oscar lewat pesan singkat. (*)