Awas! PP Imbalan Rp 200 Juta Buka Peluang Oknum Aktivis Jadi Pemeras

Justru, lanjut dia, pemerintah seharusnya lebih mementingkan peningkatan kualitas aparat penegak hukum yang masih sangat rendah, serta masih banyak kegagalan. Banyak aparat penegak hukum Indonesia juga belum mampu meningkatkan index pemberantasan korupsi, kini masih di bawah angka 4.

“Kami khawatir isu imbalan ini hanya dipakai untuk menutupi kegagalan pemerintah dalam memberantas korupsi, ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo berniat bertemu Jokowi untuk membahas ulang hal itu.

“Kami akan mencoba mengkomunikasikan dengan presiden apakah mungkin itu dilakukan perubahan, tutur Agus di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10).

Memang, Presiden Jokowi telah menandatangani PP 43/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam PP tersebut diatur pemberian penghargaan dalam dua bentuk bagi pelapor korupsi, yakni piagam dan premi.

Jumlah penghargaan atau hadiah dalam bentuk premi diatur dalam pasal 17 PP tersebut. Untuk penghargaan bagi kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara, pelapor bisa mendapat premi sebesar 2 permil dari total jumlah kerugian yang bisa dikembalikan kepada negara. Maksimal premi yang diberikan Rp 200 juta.

Dalam kasus suap, premi juga bisa diberikan kepada pelapor kasus suap. Besarannya 2 per mil dari jumlah suap atau hasil rampasan dengan nilai maksimal Rp 10 juta.

Aturan ini menggantikan PP Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam PP tersebut juga diatur soal penghargaan dalam bentuk piagam dan premi sebesar 2 permil dari nilai kerugian keuangan negara yang dikembalikan.

Bedanya, dalam PP itu tak diatur soal premi untuk pelapor kasus suap. PP lama juga tak mengatur batas maksimal nilai uang sebagai premi yang diberikan kepada pelapor. (rmol)