Bahaya Hutang Negara Yang Terus Meroket

Eramuslim – KETIKA membicarakan beban utang yang kian membesar, sering kali yang digunakan adalah indikator rasio utang pemerintah terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Menurut  UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 12 ayat 3, jumlah utang pemerintah dibatasi maksimal 60% dari PDB. Oleh pemerintah, ketentuan ini menjadi legitimasi dalam menumpuk utang dengan sangat agresif. Hasilnya, utang pada masa pemerintahan Jokowi meningkat signifikan.

Utang Pemerintah Meroket 

Selama masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), jumlah utang pemerintah bertambah Rp1.062 triliun. Rinciannya, pada 2015 bertambah menjadi Rp556,3 triliun dan 2016 bertambah lagi Rp320,3 triliun. Pada akhir September 2017, menurut data yang dipublikasikan laman http://www.djppr.kemenkeu.go.id, utang pemerintah sudah berjumlah Rp3.866,45 triliun. Utang tersebut terdiri atas SUN Rp2.591,55 triliun (67,0%), SBSN Rp536,91 triliun (13,9%), dan pinjaman Rp737,99 triliun (19,1%).

Utang pemerintahan Jokowi tersebut didominasi oleh utang dalam mata uang rupiah (59%), diikuti porsi utang dalam mata uang asing, yakni dolar AS (29%), yen Jepang (6%), euro (4%), special drawing right (1%), dan beberapa valuta asing lain (1%). Menurut krediturnya, utang pemerintahan Jokowi didominasi investor SBN (81%), kemudian pinjaman dari Bank Dunia (6%), Jepang (5%), ADB (3%), dan lembaga lainnya (5%).