Bailout Century Sangat Janggal, Anggota DPR Setujui Hak Angket

Pengajuan hak angket Century dianggap perlu karena beragam kejanggalan yang berada di belakangnya. Anggota Fraksi PKS DPR, Bukhori YUsuf mengemukakan alasan dirinya ikut menandatangani pengajuan hak angket DPR tersebut. "Hal ini semata untuk membuka kabut penggelontoran duit Sebesar Rp. 6,7 triliun ke Bank yang pemiliknya terbukti kriminil itu kepada publik," kata Bukhori di Jakarta, Jumat (13/11).

Menurut Bukhori ada beberapa kejanggalan soal pengucuran dana (bailout) pemerintah ke Century, antara lain:

Pertama, dasar hukumnya lemah. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan ditolak DPR pada 18 Desember 2008. Karena itu BUkhori beralasan mandat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tak berlaku lagi sehingga Lembaga Penjamin Simpanan seharusnya menghentikan suntikan modal. "Rekomendasi KSSK batal dengan sendirinya," tegas dia.

Kejanggalan kedua, pendapat KSSK yang menyebutkan penutupan Bank Century akan berdampak sistemik tak beralasan karena aset bank century hanya 0,5 persen dari seluruh aset perbankan nasional. "Kecil resikonya dapat menggoyang perekonomian nasional," ujar Bubkhori.

Ketiga, dana yang dikucurkan LPS sebesar 6,7 triliun atau sekitar 77 persen dari total ekuitas yang dimiliki LPS saat itu (sekitar Rp. 8,68 triliun) dinilai terlalu besar dan beresiko jika hanya untuk menyelamatkan satu bank. "Bagaimana apabila terjadi masalah pada bank-bank sekelas lainnya," tanya dia.

Dan yang keempat, Bukhori Adanya penggelapan dana nasabah oleh tiga pemilik besar Century telah menandakan ketidakberesan pengelolaan Century sejak awal. "Mengapa BI tidak melakukan pengawasan lebih ketat sehingga kasus ini sampai merugikan uang negara," sesalnya.

Untuk itu, sebagai anggota dewan yang dipilih berdasarkan amanat rakyat, BUkhori menggunakan haknya untuk mendukung angket terkait bailout ke Century. "Ini sesuai dengan Undang-Undang MD3 (UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD) dalam pasal 77 ayat (2)," tuturnya. Hak angket dimaksud adalah penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Kasus Bank Century–asal merger Bank CIC Internasional, Bank Danpac, dan Bank Pikko–itu bermula dari ketidakberesan manajemen Century yang dikuasi dua pemilik saham terbesar, yaitu PT Century Mega

Investindo (milik Robert Tantular) dan First Gulf Asia Holdings Ltd. (Rafat Ali Rizvi dan Hesham al-Warraq). Akibatnya Century kesulitan likuiditas dan rasio kecukupan modalnya minus.

Kemudian Bank Indonesia dengan gubernurnya saat itu Boediono meminta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani, memutuskan nasib Bank Century yang dilanda kesulitan likuiditas. Akhirnya KSSK memutuskan Century harus ditolong untuk menghindari dampak sistemiknya pada perbankan nasional. Alasan tersebut diperkuat karena adanya krisis keuangan global saat itu.

Manajemen Century kemudian diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sejak itu, untuk menyehatkan Century, LPS menyuntikkan dana secara bertahap untuk meningkatkan modal Century hingga berjumlah total Rp. 6,7 triliun.

Robert Tantular berhasil ditangkap dan dipenjara 4 tahun serta denda RP. 50 miliar atas tindakannya penggelapan dana Century. Sedangkan dua pemilik lainnya yang berkebangsaan asing, Rafat Ali Rizvi dan Hesham al-Warraq, masuk daftar buron interpol.

Foto : Internet