Puji Jokowi, Ma’ruf Amin Mulai Serang Prabowo

Eramuslim.com – Calon wakil presiden Joko Widodo (Jokowi), Ma’ruf Amin, menyindir kubu Prabowo Subianto yang tidak menghiraukan rekomendasi Ijtima Ulama dalam menunjuk calon wakil presiden. Padahal, menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu, kubu tersebut mengaku menghargai ulama.

“Ada sebelah sono bilang menghargai ulama, menghargai ulama, tapi usul ijtima ulamanya tidak didengerin. Malah wakilnya bukan ulama,” kata Ma’ruf saat berkunjung ke kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/8/2018).

Sebelumnya, Gerindra, PKS, PAN dan belakangan Demokrat, mengusung pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Nama Sandi baru muncul di menit-menit akhir. Padahal, sebelumnya Prabowo direkomendasikan lewat Ijtima Ulama agar menunjuk Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri atau Ustaz Abdul Somad.

Sementara itu, petahana Joko Widodo menunjuk Rais Aam Nahdlatul Ulama Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden.

Ma’ruf menilai penunjukan Jokowi kepada dirinya sebagai salah satu contoh betapa mantan Gubernur DKI Jakarta itu menghargai ulama. Menurut Ma’ruf, Jokowi berbeda karena tak pernah menggembar-gemborkan dirinya dekat dengan ulama.

“Saya anggap Pak Jokowi itu betul-betul dia menghargai ulama. Penunjukan saya ini saya anggap sebagai penghargaan pada ulama. Enggak pernah ngomong dia, tapi dia kerjai,” katanya.

Dia mencontohkan Jokowi sangat menghormati ulama ketika bersilaturahmi dengan KH Maimoen Zubair alias Mbak Moen.

“Silahturahmi pada ulama ketika dengan Mbah Moen, kan, hormatnya luar biasa. Saya tahu, dengan Mbah Moen hormat luar biasa,” katanya.

Ma’ruf juga menuturkan bahwa seorang ulama pun boleh ikut memperebutkan posisi politik tertinggi. Dia mengaku tak pernah meminta-minta jabatan wapres tersebut karena sudah potongan dari keluarganya menjadi kiai. Namun, menjadi ulama harus siap jika dibutuhkan untuk mengisi jabatan politik.

“Ulama itu kan begitu, kalau dibutuhkan manfaat harus siap, walau ada juga yang bilang pak kiai tak perlu menjabat 0ah. Saya bilang, memang yang boleh jadi presiden-wapres politisi saja, atau tentara dan pengusaha saja. Kiai juga boleh. Waktu Gus Dur jadi presiden boleh. Giliran saya jadi wapres tidak boleh. Masa tidak boleh, ya bolehlah, akhirnya bolehlah,” pungkasnya. [liputan6]