Berbeda dengan Omongan Yaqut, Menteri Agama RI Pertama Ternyata Kader Muhammadiyah

Eramuslim.com – Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut Kementerian Agama sebagai “hadiah khusus” negara untuk Nahdhatul Ulama (NU), ternyata berbeda dari sejarah pembentukannya.

Dalam buku “Utang Republik pada Islam” yang baru dirilis oleh Lukman Hakiem, seorang mantan jurnalis, mantan anggota DPR, tokoh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dijelaskan kronologi berdirinya Kementerian Agama RI.

Lukman Hakiem menulis, dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945, dua hari setelah proklamasi kemerdekaan RI dibacakan, telah terjadi perdebatan tentang perlu tidaknya Kementerian Agama.

Usul pembentukan Kementerian Urusan Agama ditolak oleh Mr. Johannes Latuharhary.

Menurutnya, jika kementerian itu dibentuk, masing-masing agama akan tersinggung jika menterinya bukan dari mereka. Latuharhary mengusulkan urusan agama dimasukan dalam Kementerian Pendidikan.

Selain Latuharhary, penolakan juga disuarakan oleh Iwa K Sumantri dan Ki Hajar Dewantara. Tokoh terakhir yang merupakan pendiri organisasi Taman Siswa, meminta urusan agama dimasukkan ke dalam Kementerian Dalam Negeri.

Ketika pemungutan suara, pengusung Kementerian Agama kalah dan akhirnya usul itu dihapus dan diganti dengan Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.

Keputusan ini tentu menimbulkan tanda tanya. Sebab, sejak zaman Belanda sampai Jepang sudah ada lembaga khusus yang mengatur soal urusan agama. Mengapa setelah merdeka justru tidak ada?

Atas dasar itu, tiga orang tokoh Partai Masyumi dari Banyumas, Jawa Tengah; KH Abudarduri (Ketua Muhammadiyah cab Purwokerto), H.Moh Saleh Suaidy, (aktivis Muhammadiyah) dan M Sukoso Wirjosaputro, dalam sidang Kominte Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di bulan November 1945, mengusulkan kembali agar ada kementerian khusus yang mengatur urusan agama.