Berbeda Dengan Pernyataan Menkominfo, Kemendag: TikTok Belum Kantongi Izin Bisnis e-commerce

eramuslim.com – Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan TikTok belum mengantongi izin menjalankan bisnis e-commerce dari pemerintah. Sebagaimana diketahui,  selain menjalankan bisnis media sosial, TikTok juga menjalankan e-commerce di Indonesia melalui TikTok Shop.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim mengungkapkan izin yang dikantongi TikTok hanya sebagai Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (KP3A). “Betul (belum mengantongi izin e-commerce,red). Kegiatannya dibatasi pada market research,” terang Isy kepada awak media, Kamis (21/9/2023).

Namun pernyataan Isy bertentangan dengan pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi. Menurut Budi, berdasarkan pengakuan TikTok kepada dirinya, perusahaan TikTok mengklaim telah mendapat izin perdagangan dari Kemendag sejak Juli 2023.

“Dia (TikTok) saya panggil, dia bilang sudah dapat izin per Juli 2023 dari departemen perdagangan sudah e-commerce,”  ungkap Menkominfo dilansir dari Kompas.tv, Kamis (21/9/23).

Izin yang didapat TikTok Shop adalah Surat Izin Usaha Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP 3A PMSE).

Atas dasar pengakuan tersebut, Budi mengatakan bahwa aktivitas TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan tidak melanggar hukum. Alasannya, telah mengantongi izin sesuai ketentuan dan peraturan yang ada.

Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menegaskan, pihaknya Kominfo dan Kemendag terus mengkaji kebijakan tentang transformasi digital untuk melahirkan ekonomi baru dan menciptakan keadilan (fairness) dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan dan kesejahteraan Masyarakat.

Teten Masduki menekankan salah satu hal yang menjadi perhatian ada pada tata aturan perdagangan produk UMKM di platform e-commerce yang harus menyertakan dokumen importasi sebagai syarat untuk bisa berjualan di platform e-commerce.

Hal ini tujuannya untuk menciptakan keadilan tidak hanya untuk pedagang lokal dan impor, tapi juga pedagang offline dan online.

“Praktik predatory pricing itu harus diakui memang terjadi, terlihat dari harga barang yang murah sekali. Namun kami sedang melihat, apakah ini karena ada barang yang masuk ilegal atau memang tarif bea masuk kita yang terlalu rendah. Kami ingin mengatur supaya platform digital membuat persyaratan kepada para sellernya. Mereka boleh berjualan impor tapi harus menyertakan dokumen importasi,” kata MenKopUKM Teten Masduki seusai acara UMKM Digital Summit 2023, Revitalizing UMKM: Roadmap Kolaborasi Inovatif Menuju Masa Depan di Smesco Convention Hall, Jakarta, Kamis (21/9/2023).

Menurut Teten, pihaknya meminta kepada pihak e-commerce seperti TikTok untuk menyertakan dokumen tersebut. Sebab, jika tidak dipenuhi, jelas akan melanggar dua Undang-Undang (UU) yakni terkait penjualan barang selundupan yang memiliki sanksi pidana hingga pelanggaran UU kepabeanan.

“Kami ingin bekerja sama dengan platform digital karena seller berjualan di dalamnya. Sebab bukan cuma online saja yang jualannya diatur. Di offline juga diatur, kalau ada mall atau toko menjual barang gelap ilegal juga ada aturannya. Apa yang berlaku di offline juga mestinya berlaku di online. Sehingga nanti jika sudah dilakukan, dan itu melanggar, Kemenkominfo bisa langsung menindak platform tersebut,” katanya.

Di negara-negara Eropa, aturan tersebut sudah berlaku, di mana para pelaku usaha di e-commerce tidak boleh memonopoli data dan harus menerapkan transparansi data.

“Sudah disiapkan Satgas Transformasi Digital, namun memang kita belum punya kebijakan nasionalnya. Kita juga belum punya strategi besarnya, belum ada badannya, karena ini kerja sama lintas sektoral, sehingga harus ada kebijakan yang sama di setiap kementerian,” kata MenKopUKM. (sumber: Hidayatullah)

Beri Komentar