Bima Arya Tak Cabut Laporan HRS karena Kapolda, Refly Harun: Aneh

Lagipula, Refly tambah heran dengan Bima yang cuma ingin mengetahui kesehatan Habib Rizieq yang menjalani perawatan di RS Ummi. Menurutnya, Bima sangat berlebihan karena ingin terlalu tahu tentang kondisi Habib Rizieq terpapar COVID-19 atau tidak.

“Toh, banyak orang barangkali terpapar COVID-19, yang paling penting adalah yang bersangkutan mau melakukan tindakan. Katakanlah isolasi diri, pengobatan dan sebagainya. Lagipula dokter kan disumpah, tidak mungkin juga dokter akan membahayakan masyarakat,” jelas dia.

Padahal, kata Refly, ada pejabat seperti Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang tidak mengumumkan terpapar COVID-19. Namun, Gubernur DKI Anies Baswedan juga tak perlu melaporkan Airlangga kepada Kapolda Metro Jaya lantaran tidak mengumumkan sakitnya itu membahayakan.

“Kan tentu tidak. Karena kita harus terima, paling tidak sebuah keyakinan selama mengalami terkena COVID-19, seorang Airlangga pasti melakukan isolasi mandiri,” katanya.

Sebelumnya, Habib Rizieq Shihab menyayangkan Bima Arya yang mengurungkan niatnya untuk mencabut laporan polisi perkara swab test RS UMMI. Bima beralasan tak jadi mencabut laporannya di polisi lantaran ada pernyataan dari Kapolda Jawa Barat, yang tak ingin laporannya dicabut.

Dalam sidang perkara kasus swab test yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur itu, Habib Rizieq mempertanyakan soal adanya niat Bima untuk mencabut laporannya di kepolisian. Niat tersebut dinyatakan usai Bima bertemu dengan habaib yang dekat dengan Habib Rizieq.

“Bahkan tadi Anda bercerita ada niat cabut laporan, tapi Anda cerita ada yang nyatakan dari Polda (Jawa Barat) tak boleh dicabut,” kata Habib Rizieq di PN Jakarta Timur pada Rabu, 14 April 2021.

Dalam perkara swab test RS UMMI, Habib Rizieq didakwa telah menyebarkan berita bohong atau hoaks, yang menyebabkan keonaran soal kondisi kesehatannya yang terpapar COVID-19 saat berada di RS UMMI Bogor.

Habib Rizieq dalam perkara tersebut didakwa dengan Pasal 14 Ayat (1), Ayat (2), Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 14 Ayat (1), Ayat (2) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (*)