BNN: Akiong Pasok Narkoba Dari Dermaga Pribadi di Kapuk Muara

Eramuslim.com – Masih ingat dengan gembong narkoba Freddy Budiman yang telah dieksekusi mati pada 29 Juli 2016 lalu? Kali ini, yang dieksekusi adalah bos besar dari Freddy Budiman yakni Pony Tjandra alias Akiong.

Bedanya, Akiong bukan dieksekusi mati. Akiong yang divonis 20 tahun penjara, harta bendanya kemarin dieksekusi atau disita untuk negara.

Tribunnews berkesempatan menghadiri acara eksekusi harta benda milik Akiong di rumah mewahnya di kawasan Pantai Mutiara, Kapuk, Jakarta Utara, Senin (21/2). Acara tersebut dihadiri Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Jaksa Agung Prasetyo.

Rumah Akiong yang berada di kawasan elit Perumahan Pantai Mutiara Blok R, Pluit, Penjaringan Jakarta Utara, sekilas dari depan seperti rumah mewah lainnya di Ibukota.

Rumah tiga lantai itu memiliki arsitektur mediterania itu bercat putih dengan carport yang cukup menampung lebih dari dua mobil. Bagian depan terlihat seperti rumah di kawasan elit tersebut.

Rimbunan pohon palem berdiri kokoh di halaman rumah. Sedangkan di lantai tiga yang setengahnya terbuka, juga ditanami tanaman untuk memperindang rumah senilai Rp 17 miliar tersebut.

Namun ketika memasuki rumah, terlihat berbagai lukisan yang menghiasi ruang tamu. Kemewahan mulai terasa. Furniture dan perabot rumah tangga berbahan kelas satu semua.

Yang cukup mengagetkan, di bagian belakang rumah tersebut ternyata terdapat dermaga pribadi untuk bersandar kapal kecil yang langsung terhubung dengan laut Jakarta.

Di dermaga itu terlihat jelas kemewahan Akiong. Kayu yang digunakan untuk lantai,berasal dari kayu besi yang tahan panas, hujan maupun air laut. Di sudut dermaga, terdapat dua motor boat yang diduga milik Akiong.

Di seberang dermaga terdapat kapal pesiar pribadi (Yacht) berukuran kecil yang bersandar di bagian belakang rumah yang berseberangan dengan markas Pony Tjandra itu.

Dermaga itu lah yang selama ini digunakan Akiong untuk menjadi pintu masuk narkoba dari luar yang langsung masuk ke dermaga pribadinya.

Beralih ke lantai atas, atmosfer tampak berbeda kala mulai menjejakkkan kaki di lantai dua dan tiga. Kedua lantai tersebut memiliki akses khusus untuk memasuki sejumlah ruangan.

Tidak sembarang orang bisa mengakses ruangan-ruangan yang terkesan dibuat sangat privasi tersebut.

Di antai tiga, informasi yang diterima Tribunnnews, itu adalah ruangan untuk Akiong dan anak buahnya bersenang-senang. Di lantai tersebut, terdapat ruang karaoke yang tampak sangat private.

Tribunnews tidak bisa memasuki ruangan tersebur lantaran adanya kode akses yang harus diinput untuk bisa memasuki ruangan eksklusif itu.

Rp 27,2 Miliar

Dalam jumpa pers yang digelar di dermaga pribadi Akiong itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menyerahkan barang rampasan dari Akiong senilai Rp 27,2 miliar kepada Kepala BNN Komjen Budi Waseso (Buwas).

Jaksa Agung menjelaskan, barang-barang haram tersebut masuk ke tanah air bukan melalui bandara atau pelabuhan resmi. “Sekarang ini, masuknya bahan-bahan narkoba ke Indonesia bukan lagi melewati bandara, maupun pelabuhan resmi lainnya. Tetapi melalui dermaga seperti ini,” ujar Prasetyo.

Menurutnya, narkoba tersebut dipasok melalui jaringan pelabuhan tikus atau lewat jalur laut yang tidak resmi dan minim penjagaan petugas keamanan.Bahkan bisa saja melalui pantai yang memang biasanya jarang dilakukan pengawasan.

“Tetapi melalui jaringan-jaringan pelabuhan-pelabuhan tikus, atau bahkan malah pantai-pantai yang tidak terjaga dan terawasi,” tegas Prasetyo.

Prasetyo pun puas dengan kinerja BNN serta sejumlah pihak terkait lainnya dalam membongkar sindikat narkoba yang dipimpin Pony Tjandra. “Kita bersyukur dengan kegigihan dari jajaran BNN dan tentunya dengan institusi terkait lainnya, mampu membongkar sindikat (narkoba) yang bermarkas disini,” jelas Prasetyo.

Komjen Buwas mengatakan, barang-barang rampasan tersebut setelah dikonversikan ke dalam rupiah, nilainya mencapai Rp 27,282 miliar. “Ini merupakan barang bukti kejahatan narkotika yang dilakukan oleh Pony Tjandra, bos besar Freddy Budiman,”tegas Buwas.

Pony Tjandra divonis 20 tahun penjara untuk kasus narkoba dan enam tahun penjara untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU). “Meski tengah mendekam di balik jeruji besi, Pony Tjandra nyatanya masih mampu menafkahi keluarganya sebesar Rp 100 juta setiap bulannya, dari bisnis narkotika yang Ia lakukan,” Lanjut Buwas.

Terungkapnya kasus ini pada Oktober 2014 lalu merupakan hasil pengembangan kasus dari tertangkapnya sejumlah bandar Narkoba, diantaranya Edy alias Safriady serta dua orang bandar lainnya, yaitu Irsan alias Amir dan Ridwan alias Johan Erick.

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa seluruh pembayaran hasil berbisnis narkotika dari para bandar tersebut ditujukan ke belasan rekening milik Pony Tjandra yang diperkirakan mencapai angka Rp 600 miliar. (jk/tribun)

Bagaimana pula jika pulau-pulau reklamasi di utara Jakarta dilanjutkan? Akan banyak berdiri rumah mewah dengan dermaga pribadi yang sangat mungkin bisa disalahgunakan… Nelayan pribumi dikorbankan.