Cari Pemimpin Ideal, MIUMI Serukan Bentuk Lembaga Syuro Muslim Indonesia

Eramuslim.com – Ketua Wahdah Islamiyah, Ustadz Zaitun Rasmin mengatakan bahwa persoalan keumatan saat ini, bukan hanya soal paham syiah dan liberal saja namun juga terkait al-wala wal bara atau kepatuhan dan ketidaktaatan terhadap pemimpin.

Hal itu disampaikannnya dalam tabligh akbar bertajuk “Pemimpin, Kebangkitan Peradaban Islam” di Masjid Agung Al Azhar, yang dihelat Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), di Jakarta, Jumat (19/1) malam.

Di tengah pesimisme persatuan dan kesatuan umat Islam, ditegaskan Ustadz Zaitun, MIUMI diharapkan mampu menjadi pelopor perekat umat.

“Para ulama sejak dulu lebih mendahulukan persatuan, bukan mengedepankan perbedaan. Alhamdulillah momentum persatuan umat dimulai sejak aksi 212 dan hal itu dipelopori oleh MIUMI serta komponen-komponen lain,” tutur pria yang juga anggota MIUMI Pusat itu.

Sekjen GNPF Ulama itu juga menyoroti salah satu peran penting ulama yakni sebagai jembatan dalam menjaga stabilitas persatuan dalam menegakkan amar maruf nahi munkar.

“Bukan saja para ulama kita tampil dalam jihad melawan orang kafir, tetapi juga berkorban dalam hidupnya untuk amar ma’ruf nahyi munkar,” ucapnya.

Selain itu, Ustadz Zaitun juga mengungkapkan problematika akut negeri ini seperti LGBT, mafia sumber daya alam, kerusakan yang timbul akibat keserakahan manusia, harus menjadi konsen ulama dan umat Islam dalam menyampaikan dakwahnya.

“Keberanian ulama akan membangkitkan kesadaran umat untuk sama-sama melakukan perbaikan,” tegasnya.

Sementara, Sekjen MIUMI Pusat Ustadz Bachtiar Nasir menyayangkan bahwa saat semangat umat Islam sedang tinggi tidak dibarengi dengan sosok pemimpin yang ideal.

Untuk mencari sosok pemimpin yang ideal, pria yang karib disapa UBN itu, menyarankan dilakukannya ijtihad syari yaitu musyawarah yang dilakukan antara elemen-elemen umat Islam.

“Jadi nanti tokoh Jabar, Jatim, Sulawesi, Sumatera, dan lain-lain harus mengedepankan syura (musyawarah). Hari ini, memilih pemimpin didasarkan kedekatan bukan mengedepankan musyawarah. Untuk kepentingan-kepentingan publik tidak boleh seperti melakukan hal kecil, karena dia berdampak kepada hal lebih luas,” jelas UBN.

Selain itu, menurut Ketua GNPF Ulama itu, dengan bermusyawarah, hal itu merupakan bagian dari menjalankan ayat Al-Qur’an, wa syawirhum fil amr.

“Syura dianjurkan dalam membahas hal-hal yang mubah, bukan hal-hal yang qath’i (prinsip). Ke depan untuk Indonesia diberkahi, saya anjurkan harus ada lembaga syura umat Islam,” pungkasnya.(kl/sw)