Catatan Muhammad Subarkah: Tangis Muslim Cina di Padang dan Magisnya Suara Adzan

“Mereka bisa shalat di masjid saja bukan alang kepalang senang dan gembiranya mereka. Bisa mendengarkan azan,” kata Yulius.

Memang menurut Yulius, tetap ada rasa kekhawatiran dari pengurus masjid di tengah ramainya isu seputar penularan virus corona yang kini sedang mewabah di China. Tapi Yulius percaya para wisatawan yang datang ke Sumbar ini sudah melewati proses pemeriksaan yang ketat dan dijamin aman oleh pemerintah.

Atas situasi haru tersebut, maka sirnalah soal ketakutan terhadap virus Corona dan kesan negatif terhadap sosok orang China yang kini banyak mengendap di alam bawah sadar rakyat Indonesia. Dan ini menjadi pelajaran konkrit bahwa soal agama itu ternyata tak bisa ditahan sebatas soal batas negara. Dan ini tak peduli hanya pada Islam saja, agama lain pun begitu dari Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan lainnya.

Dan, dalam soal suara adzan ada kisah serupa yang sempat dikisahkan oleh tokoh umat Islam di Dilli, Timor Lorosae. Dalam sebuah perbicangan dia sempat menyatakan masyarakat negaranya ‘merasa happy-happy’ saja soal suara adzan. Mereka tak risau meski agama mayoritas di Dilli bukan Muslim.

”Bahkan mereka menganggap, suara adzan sebagai tanda waktu. Mereka merasa kehilangan bila suara adzan itu tiba tiba menghilang dari udara. Jadi tak ada soal bila di negara saya terdengar suara adzan,” katanya.

Penerimaan soal suara adzan di Dilli memang berbeda dengan negara China yang nyata-nyata melarang suara adzan berkumandang. Berbagai rekan yang datang ke Uighur dan kota-kota lain sekitarnya tak pernah lagi mendengar suara ini. Katanya pihak penguasa setempat, agama hanya urusan privat bukan ada dipublik. Maka tak peduli dengan adzan, soal shalat pada waktu jam kerja juga tidak diperbolehkan.

Di Eropa juga sama saja. Hanya baru-baru ini saja suara adzan bisa berkumandang di lokasi elit semacam Trafagallar Square di London. Kala itu untuk pertama kali suara adzan di kumandangkan. Banyak orang yang menonton karena suara adzan itu berbarenan dengan suasana kerlip lampu di gedung-gedung dan monumen yang ada di sekitar tempat itu.

Lalu apakah ada yang bisa membungkam suara adzan? Jawabnya ada, yakni kekuatan politik. Apakah itu akan berhasil? Jawabnya tidak! Ini dibuktikan usai runtuhnya Uni Sovyet yang beridealogi komunis yang anti agama. Setelah negara ini terpecah jadi banyak negara dan munculnya federasi Rusia, yang kemudian muncul malah kembali suara adzan dan sesaknya masjid-masjid. Komunis ternyata terbukti tak bisa membungkam adzan. Suara adzan kini makin kencang di Moskow dan Presiden Rusia Vladimir Putin ternyata oke-oke saja.

Jadi apakah tangisan 15 turis asal China yang menangis saat mendengar suara adzan sebagai hal aneh? Jawabnya, ternyata tidak. Di situ malah terbukti bahwa persatuan atau ukhuwah umat Islam sulit dipatahkan. Semoga saja ini menjadi pelajaran bagi semua orang. Ingat dalam psikologi benci kadang sebagai reaksi lain dari rasa cinta yang terlalu!(end/sumber: rol)

Penulis: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika