Dahnil: Karena Gak Bisa Mikir Maka Slogannya “Kerja, Kerja, Kerja”…

Padahal, tambah Dahnil, seorang pemimpin seharusnya memiliki ide otentik yang bisa dieksplorasi ke ruang publik untuk diperdebatkan sebagaimana yang dicontohkan oleh para pendiri bangsa ini, salah satunya Bung Hatta.

“Nah, politik sekarang karena pemimpinnya tidak melahirkan ide otentik, gagasan utama dia, dia nggak mampu mengeksplorasi, malah pakai teks. Akhirnya tradisi dialektika di ruang publik ini nggak muncul. Akhirnya apa apa, otaknya sekitar 220 karakter. Mirip Twitter. Akhirnya tradisi baca itu jadi nggak penting, tradisi ilmu pengetahuan itu jadi nggak penting. Bung Hatta bilang bahwa yang mempersatukan negeri ini bukan karena warna duit, bukan bahasa kita sama, bukan karena nasib kita sama, yang bikin kita bisa bersama, bersatu itu namanya nalar ilmiah,” urainya.

Jika keadaan semacam itu terus berlanjut, ujar Dahnil, Indonesia bisa saja masuk dalam jurang krisis politik. Adapun satu-satunya cara untuk keluar dari ancaman krisis politik itu adalah melalui ajang Pilpres tahun 2019.

“Ini situasi politik yang menurut saya berbahaya dan ini bisa krisis,” pungkasnya.(mr/repelita/rmol)

(konfrontasi)