Delapan Poin Kritik KontraS Terkait Penyelidikan Rusuh 22 Mei

“Lembaga negara, seperti Komnas HAM, Ombudsman RI, LPSK, Komnas Perempuan, KPAI agar lebih proaktif berperan dan menjalankan  tanggung jawabnya terhadap penanganan peristiwa ini. Publik menunggu laporan hasil temuan dari lembaga-lembaga negara tersebut,” ucap Feri.

KontraS lalu menyampaikan 8 poin catatan yang merupakan respons sekaligus kritik terhadap informasi yang disampaikan Polri pada Selasa (11/6) kemarin.

Berikut poin-poin respon KontraS atas siaran pers Polri terkait kerusuhan 21-22 Mei:

1. Polri menyebutkan 9 orang korban tewas sebagai orang-orang yang diduga perusuh. Terkait hal ini, kami menyayangkan Polri hanya memberikan kesimpulan bahwa korbannya adalah perusuh. Tetapi tidak menjelaskan lebih detail peran dan keterlibatan mereka sebagai perusuh, pelaku penembakan, penyebab kematian, dan hasil rekonstruksi TKP, uji balistik dan bukti-bukti lain. Tanpa penjelasan tersebut, maka kesimpulan tersebut bisa memunculkan asumsi di publik terkait dengan pelaku penembakan.

2. Polri menyebutkan bahwa personel aparat kepolisian tidak menggunakan peluru tajam. Sementara, di dalam peristiwa terdapat 8 orang tewas karena tertembak (ditembak). Bahkan di antaranya, terdapat 3 orang korban tewas yang masih anak dibawah umur: Reyhan (16 tahun), Widianto Rizki Ramadan (17 tahun), Harun (15 tahun).

Temuan lain, Adam Nurian (19 tahun) salah seorang korban tewas terkena tembakan dalam perjalanan pulang setelah menolong seseorang yang terjatuh. Polri tidak menjelaskan terkait proyektil yang ditemukan di tubuh korban dan TKP serta lokasi arah tembakan yang mengakibatkan korban tewas dan luka.

Adanya korban dalam peristiwa ini seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengusut lebih dalam aktor-aktor yang terlibat dan bertanggungjawab.

3. Rilis Polri atas peristiwa kerusuhan 21-22 Mei tersebut semakin membuat bias informasi yang dapat memperuncing polarisasi dan dikotomi yang membelah masyarakat dalam kedua kubu pendukung 01 dan 02. Selain itu, proses penegakan hukum ini juga terlihat timpang. Penyampaian oleh Polri seharusnya menunjukkan independensi dan akuntabilitas sehingga tidak memunculkan bias informasi.

Aparat kepolisian juga harus terbuka terkait pelanggaran hukum dan hak asasi manusia atau oleh siapa pun yang diduga ikut bertanggungjawab, baik karena tindakan langsung maupun akibat dari pembiaran. Tidak boleh ada impunitas dalam penegakan hukum. Kami menemukan informasi bahwa ada peserta aksi yang menjadi korban salah tangkap, mengalami kekerasan.