Di Bawah Rezim Jokowi-JK, Yang Kaya Makin Kaya Yang Miskin Kian Miskin, Yang Korup Tambah Serakah

JOkowi11Eramuslim.com – Presidium Komite Aksi Upah Gerakan Buruh Indonesia (KAU-GBI), Said Iqbal mengatakan satu tahun lewat pemerintahan Jokowi-JK hanya memberikan kado istimewa “pahit dan menyakitkan”.
“Kesenjangan alias gap pendapatan antara orang kaya dan miskin di masa Jokowi makin melebar dibandingkan masa pemerintahan terdahulu, SBY, Megawati, Gus Dur, Habibie bahkan zaman Soeharto sekalipun,” sebut dia kepada redaksi, Rabu (16/12).
Said Iqbal mengungkapkan, ini diperparah dengan angka gini ratio di Indonesia yang telah berada di angka 0,42. Artinya, sudah memasuki lampu merah. Kesenjangan ini semakin parah karena si kaya makin kaya dan si miskin makin miskin.
Bank Dunia melansir angka gini ratio Indonesia yakni 0,42 pada 2015. Ini meningkat dibandingkan 2014 (0,41) dan 2013 (0,39). Menurut Said Iqbal, bagi kaum buruh ini menunjukan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati kalangan menengah atas sedangkan menengah ke bawah termasuk buruh dan orang miskin makin terpuruk nasibnya.
Ditambah, laporan Bank Dunia menyebutkan kesenjangan pendapatan makin lebar pada tahun 2002 yang mencatat 10 persen orang kaya mengkonsumsi 42 persen hak orang miskin, dan tahun 2015 ini 10 persen orang kaya mengkonsumsi 54 persen hak orang miskin, dan 54 persen pekerjaan ada di sektor informal dengan upah murah dan tanpa jaminan sosial serta kepastian kerja.
“Ini berarti 20 persen orang kaya menikmati sekali benefit dari pertumbuhan ekonomi, dan hal ini diperparah dengan kebijakan upah murah yang diberlakukan oleh Presiden Jokowi melalui PP 78/2015 yang akan makin mempersulit biaya hidup dan menurunkan daya beli buruh serta menurunkan angka konsumsi dikarenakan kenaikan upah kecil seiring melambungnya harga kebutuhan harian seperti sembako, gas 3 kg, TDL, BBM, ongkos transportasi dan sewa rumah,” beber Said Iqbal.
Ia melanjutkan, buruh sangat yakin bila kebijakan upah murah dan pro kapitalis atau bisnis melalui paket kebijakan ekonomi tanpa diiringi upah layak untuk meningkatkan daya beli dan perlindungan untuk orang miskin, maka bisa dipastikan angka gini ratio di era Jokowi-JK akan terus meningkat.
Sejarah mencatat angka empiris menunjukan revolusi Perancis, Rusia, Amerika Latin, dan Arab (Arab spring) yang menjatuhkan pemerintah adalah ketika angka gini ratio 0,5 dan Indonesia sudah berada di angka 0,42. Artinya ini sudah lampu merah.
Said Iqbal menambahkan, buruh berpendapat untuk mengurangi kesenjangan pendapatan adalah dengan meningkatkan daya beli “purchasing power” melalui upah layak bukan upah murah dengan mencabut PP 78/2015 dan memberlakukan upah sektoral industri serta meningkatkan pelayanan dan benefit jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
“Tolak upah murah dengan cabut PP No. 78/2015 dan tekan kesenjangan pendapatan. Kaum buruh akan terus berjuang menekan angka gini ratio ini melalui negosiasi dan aksi-aksi massa di seluruh Indonesia pada 2015 dan 2016,” tukas Said Iqbal yang Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini. (ts/RMOL)