Di Jakarta Bagai Singa, Di Papua Bagai Tikus Got

Marah, jengkel, sedih, pilu dan entah apa lagi, berbaur jadi satu membentuk perasaan tak karuan. Polisi Indonesia yang selalu tampil gagah dan hebat dalam publish perang melawan terorisme, ternyata tidak ada apa-apanya di Papua. Tidak ada harganya, seperti tikus got. Itu yang membuat aku marah dan jengkel. Apalagi kalau aku ingat arogansi polisi di 411 tahun 216 dan kejamnya pada 21-22 Mei di depan kantor KPU.

Tetapi marah dan jengkel itu pelan-pelan reda –berganti sedih, pilu dan duka. Rasa kemanusianku tak dapat kututupi. Para anggota polisi yang jadi korban di Papua itu hanya pekerja. Mereka bertindak sesuai atasan perintah apa, termasuk perlengkapannya : tangan kosong, pentungan atau senjata. Maka, yang harus dimiliki menghadapi kemungkinan terburuk –bila tidak dilengkapi persenjataan, adalah keahlian memainkan langkah seribu : lari. Itu pun kalau masih bisa. Mereka tewas dalam tugas.

Video-video itu beredar luas. Aku tak dapat membayangkan bagaimana perasaan anak dan isteri para anggota polisi itu menyaksikan vido ayah mereka dikejar-kejar, diburu, tersungjur dan dipukuli massa. Lebih lagi, aku tak dapat membayangkan betapa terluka hati anak-anak dan istri sang polisi menyaksikan video ayahnya di habisi secara sadis, adegan demi adegan. Sunggguh ini duka yang amat sangat dalam. Aku dapat merasakan dan ikut merasakannya hingga air mata hangat bergulir di pipiku. Cairan bening keluar dari dua lubang hidung. Aku menangis tanpa suara, sepi larut dalam emosi sedih dan pilu. Dalam hati aku berdoa, “Ya Allah, terimalah amal ibadah almarhum dan ampuni kesalahannya. Ya, Rabbus samawati wal ardhi, tabahkanlah anak-anak dan istri almarhum menyaksikan kenyataan ini. Kuatkanlah hati mereka”. Itulah tangisku untuk Polisi.

Tidak lama berselang dari peristiwa Papua. Video-video “pembantaian” yang membuat aku menangis tanpa suara beredar lagi. Kali ini korbannya adalah mahasiswa dan pelakunya adalah polisi. Mahasiswa berunjuk rasa mempersoalkan ribuan hektar lahan-hutan yang terbakar dan asapnya menyesakkan dada, merusak saluran pernafasan memerihkan mata. Soal RUU KUHP dan kekerasan seksual. Tak hanya di satu daerah, unjuk rasa ini merata di hampir seluruh kota besar di Indonesia