Di Jakarta Bagai Singa, Di Papua Bagai Tikus Got

Mahasiwa tidak membawa alat pemukul. Mereka membawa argumentasi ke kantor Dewan. Tapi mereka mendapati kekerasan : di siram tembakan air yang tekanannya mungkin sebanding dengan pukulan tinju orang dewasa. Mereka ditembaki gas yang memerihkan mata; dilibas pakai kayu, ditendang dan entah apa lagi. Yang jelas, sejumlah mahsiswa berdarah-darah dan harus dilarikan ke rumahg sakit. Ada yang tulangnya patah, ada yang tubuhnya tekoyak dan tak sedikit yang kepalanya bocor; dan, ini, kabarnya ada juga yang akhirnya meregang nyawa.

Hati siapa yang tak teriris menyaksikan video seorang mahasiwa dikeroyok sejumlah anggota polisi. Mereka seperti melepaskan pukulan dendam kepada mahasiswa yang tidak melawan. Entah dendam apa, mungkin psikiaterlah yang dapat menemukan jawabnya. Itu terjadi di banyak tempat : Medan, Bogor dan jangan di tanya di Jakrta. Yang pasti, tidak ada di Papua.

Yang amat menyayat hati, di pelataran sebuah gedung di Jakarta, sorang mahasiswa berjaket hijau di jadikan “bola” oleh sejumlah anggota polisi. Adikku, mahasiswa itu, mencoba menghindari pukulan dari sorang angota polisi tapi segera disambut oleh polisi yang lain. Adikku itu bangkit, lalu ditendang lagi oleh anggota p[olisi lainnya. Begitulah hingga adikku itu terjungkal-jungkal dan terjatuh lemas dan dibawa ke dalam gedung itu. Tak jelas apa kejadian selanjutnya, namun esok harinya terbetik berita seorang mahasiswa dirawat di gawat darurat sebua rumah sakit karena batok kepalanya retak dan otaknya pendarahan. It is totally brutal. Aku pun tak dapat membayangkan betapa hancur hati ibu dari adikku, mahasiswa itu, menyaksikan adegan brutal itu. Anak yang dengan sudah payah diasuh dan dicarikan biaya kuliah, diperlakukan seperti anak tikus oleh mereka yang mengaku pengayom. Air mataku bergulir hangat di pipi. Ingusku pun keluar tak dapat kutahan. Kali ini aku lebih sedih dari pada ketika menyaksikan video Papua. Mungkin dua kali lipat.

Lipat pertama, sedihku akan nasib adik-adik mahasiswa yang diperlakukan secara kejam itu; membayangkan hancurnya hati orang-orang tua yang anaknya diperlakukan seperti binatang padahal mereka membanggakan anak-anaknya yang kelak akan jadi orang yang berbakti. Mungkin sebagai orang tua, mereka pun tak pernah menendang anaknya sekejam itu. Duh, di mana hilangnya nurani Polisi.