Diplomat Senior Kecam Said Aqil Soal Permintaan Tarik Dubes Saudi

Keempat, kita perlu meneliti apakah ada elemen “mencampuri urusan dalam-negeri Indonesia” dalam pesan Twitter yang berpotensi diplomatic fiasco ini?

Terjemahan yang beredar di media sosial berbunyi:

“Aksi jutaan orang untuk persatuan umat Islam sebagai reaksi atas pembakaran bendera tauhid yang dilakukan oleh oknum dari organisasi yang menyimpang sebulan yang lalu. Acara tersebut dihadiri Gubernur DKI, Anis baswedan, juga dihadiri calon Presiden RI Jendral Prabowo serta Wakil Ketua DPR Fadli Zon.”

Tweet itu dianggap menyinggung PBNU yang menafsirkan secara eksplisit bahwa kegiatan pertemuan umat Islam di Monas pada Minggu 2 Desember 2018 merupakan balasan atas pembakaran bendera di Garut bulan lalu.

“Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya menangani diplomasi belum ada kejadian gara-gara ormas tersinggung terjadi pengusiran dubes, penghentian hubungan dan kerjasama diplomatik,” jelasnya.

“Perang pengusiran diplomat dulu sering di zaman Perang Dingin antara Amerika dan Soviet. Maklum perang tidak sebatas ideologis, tetapi merambah ke persaingan kekuatan (militer), ekonomi, sistem sosial dan sebagainya,” tambah Pohan.

Kasus PBNU-KSA Bukan Yuridikasi Hukum Diplomatik

Kasus PBNU dan Dubes KSA dinilai Pohan bukan yurisdikasi hukum diplomatik yang menyangkut institusi, kebijakan dan pejabat negara yang merupakan ‘first track’ diplomacy.

“Kasus ini melibatkan ormas, yang dalam diplomasi dikualifikasikan sebagai‘second track’,” ungkapnya.

Pengusiran Dubes dan diplomat itu terjadi karena beberapa alasan yang dilarang oleh Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961.

“Antara lain, menyangkut masalah dengan negara akreditasi, seperti keamanan negara, kegiatan ekonomi (dagang), campur tangan urusan dalam negeri, melanggar UU negara akreditasi, menghina ideologi dan kebijakan negara, bahkan merendahkan harkat dan martabat negara dan pejabatnya, menghasut rakyat, membiayai kegiatan politik, mencampuri proses pengadilan dan sebagainya,” beber Pohan.

Apakah unsur ‘mencampuri urusan dalam negeri’ terdapat dalam pesan Twitter Dubes Osamah?

“Saya tidak melihat itu. Mari baca teks-nya. Yang krusial adalah kata-kata: “dilakukan oleh oknum dari organisasi yang menyimpang”. Ini opini Dubes. Teks lain adalah faktual,” jelas Pohan.

“Saya menyarankan agar teks Twitter berbahasa Arab itu diterjemahkan secara benar. Apakah yang dituduh ‘menyimpang’ itu adalah organisasinya atau individunya?,” tambahnya.

“Saya juga tidak membaca penyebutan nama organisasi yang dimaksud. Apakah Anshor atau Banser? Itu hanya opini, bukan fakta,” tambahnya lagi.