Diplomat Senior Kecam Said Aqil Soal Permintaan Tarik Dubes Saudi

Dampak Pemutusan Diplomatik

Kelima, mari kita hitung-hitung implikasi politis, ekonomis dan sosial budaya termasuk urusan haji, umroh dan pendidikan sekiranya aksi pengusiran Dubes terjadi.

“Secara politis, KSA adalah sahabat sejati Indonesia sejak perjuangan kemerdekaan. Di atasnya terbentuk hubungan politik yang sangat luas dan bernilai strategis,” jelas Pohan.

“KSA adalah salah satu negara terpenting di Timur Tengah bagi Indonesia. Di dunia Islam, KSA adalah tulang-punggung Organisasi Kerjasama Islam (OKI) sebagai negara pembayar donasi terbesar.

KSA juga pemimpin Gulf Cooperation Council (GCC), organisasi kerjasama negara-negara Teluk, yang beranggotakan negara petro dolar dan berekonomi kuat: Saudi Arabia, Kuwait, United Arab Emirates, Qatar, Bahrain, dan Oman,” ungkap Pohan.

KSA juga negara kunci -bersama Israel- bagi Amerika Serikat dan salah satu penentu terpenting dalam penyelesaian masalah Palestina.

“Raja KSA kapan saja bisa menelpon Presiden Amerika. Sekutu-sekutu terpenting Amerika di Eropa tidak mendapat hak istimewa dan kemewahan yang dinikmati KSA. Banyak yang iri,” ucapnya.

“Singkatnya, kepentingan Indonesia jauh lebih besar terhadap KSA daripada KSA terhadap Indonesia. Rusak hubungan dengan KSA akan sangat mengganggu diplomasi Indonesia di OKI dan di GCC dan di Afrika Utara di mana pengaruh KSA signifikan,” tandas Pohan.

Berikut pernyataan Hazairin Pohan selengkapnya:

“Apa komentar Dunia Islam bila terjadi diplomatic fiasco pengusiran Dubes Saudi dari Indonesia. Bagaimana Presiden Jokowi akan menjelaskannya ke dunia internasional bahwa gara-gara pesan Twitter hubungan diplomatik RI-KSA putus? Sebegitu pentingkah nama baik sebuah ormas (yang diopinikan dihina) dibandingkan dengan kepentingan nasional menyeluruh dalam konteks hubungan dan kerjasama kita dengan KSA dari dulu hingga kini dan di masa depan?

Dari segi ekonomi, KSA adalah salah-satu importir minyak kita. Bagaimana dengan pemasaran produk Indonesia yang kian bagus di Timur Tengah via KSA. Bagaimana dengan investasi dan sumber-dana finansial dari Timur Tengah?

Bagaimana dengan kepentingan kita di bidang ketenagakerjaan, termasuk pengiriman skilled-labor yang kian meningkat bekerja di Teluk. Berapa besar dampaknya terhadap penambahan tingkat pengangguran jika terjadi pemulanga tenaga kerja kita? Bagaimana pula dengan pengiriman devisa (remittance) para TKI ke tanah air? Apa dampak dan seberapa besar impaknya terhadap penurunan keseluruhan kinerja ekonomi kita di tengah kelesuan ekonomi global?

Dari segi sosial budaya termasuk pendidikan, bagaimana dengan kepentingan kita untuk menambah kuota haji karena kini antrian telah mencapai 10 tahun? Bagaimana dengan Umroh yang kian meningkat berkat kesadaran Islam yang kian meninggi di kalangan ummat? Bagaimana dengan kepentingan tenaga kerja dan para pelajar dan mahasiswa –termasuk penerima beasiswa KSA—yang berpotensi dipulangkan? Berapa banyak tenaga kerja di dalam negeri yang bergerak dalam urusan haji dan umroh serta pengiriman mahasiswa?

Di era persaingan global yang kian merunding, jika hubungan politik, ekonomi dan sosial budaya Indonesia – KSA memburuk maka akan ada negara-negara lain yang siap menggantikan Indonesia. Sekali foothold ekonomi kita lepas akan sulit kembali. Competitors kita menunggu tak sabar.

Keenam, mari kita hitung gejolak di dalam negeri. Meskipun Indonesia berpenduduk Muslim sekitar 90 persen namun ada elemen-elemen di masyarakat yang tidak suka dengan KSA dengan bermacam alasan: soal Wahabi, HAM, atau sekularisme bahkan komunisme. Kelompok-kelompok ini seakan memperoleh amunisi, melampiaskan marahnya kepada KSA. Maka akan terjadi berbagai aksi demo di Kedubes KSA di Jakarta, dengan implikasi keamanan dan chaos.