Dr. Djamester Simarmata: Sebenarnya Sasaran Kritik Saya Bukan Menko Luhut, Tapi Menteri Keuangan

Sementara mengenai utang untuk pembangunan, Djamester Simarmata menukil teori pembangunan yang dikembangkan Joseph Schumpeter, bahwa pembangunan tidak perlu harus dengan pinjam uang.

Teori ini, sambungnya berhasil dikembangkan oleh China dan Jerman yang tidak berutang saat kekurangan dana.

Djamester Simarmata mengaku sudah memberikan paper mengenai penolakan utangnya kepada Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.

“Saya kirim ke dia, pernah ditanggapi sekali. (Saya bilang) jangan lagi pinjam utang. (Dijawab) terus gimana kalau nggak utang. (Saya balas) cari cara lain,” ujarnya.

“Jadi saya ingin angkat teori-teori ekonomi yang sebetul-betulnya. Sasaran awal kritik saya itu ke Menteri Keuangan,” tuturnya.

Secara khusus dia menggarisbawahi mengenai rasio utang yang diperbolehkan hingga 60 persen PDB. Dia tegas tidak setuju dengan hal itu.

Bahkan penolakan itu telah tegas diterbitkan dalam Jurnal Ekonomi setebal 24 halaman yang terbit tahun 2007 lalu.

“Di situ saya hitung, tingkat utang sustainable 29,2 persen PDB, total utang dalam  negeri dan luar negeri. Kemkeu anggap itu hanya ULN. Data 2019 total utang DN+LN telah > 60 persen,” urainya.

Menurutnya, rasio utang hingga 60 persen PDB tidak cocok dengan Indonesia. Apalagi batas itu diambil dari referensi zona euro, yang tingkat PDB-nya jauh dari Indonesia dan tingkat ekonominya lebih efisien.

“Jadi ini tidak bisa diperbandingkan antara zona euro dengan zona kita,” ujarnya.

“Intinya, kritik saya ilmiah,” demikian Djamester Simarmata. (*)