Dr. Fuad Bawazier: Gausah Sewot, Kami Ekonom Juga Tahu Tentang Utang

Eramuslim.com – Utang pemerintah selama 3 (tiga) tahun lebih pemerintahan Jokowi naik sekitar Rp1200Triliun, jauh melebihi kenaikan pendapatan pajak yang stagnan sebagai ukuran kemampuan bayar utang. Pemerintah selalu berdalih bahwa utang negara yang kini berjumlah Rp4000triliun atau sekitar 29,5% dari PDB adalah masih jauh dibawah ketentuan Undang-undang Keuangan Negara yang batas maksimalnya 60% PDB, dan jauh pula dibawah ratio utang negara-negara lain. Utang Jepang yang sering dijadikan pembanding ratio utangnya terhadap PDB jauh diatas 200% tetapi Jepang mempunyai ciri-ciri tersendiri yaitu :

1. Utangnya kepada rakyatnya sendiri dan kepada Bank Sentral Jepang dengan ratio masing-masing sekitar 50%.

2. Utangnya dalam mata uangnya sendiri yaitu Yen.

3. Bunganya sangat rendah hanya sedikit diatas 1%. Bandingkan dengan bunga utang Indonesia yang tertinggi di Asia dan bahkan sebagiannya
masih 2 digit.

4. Kredit rating jepang A+ alias sangat secure sementara rating Indonesia
BBB.

5. Meskipun utang Jepang tinggi tetapi dari kaca mata riil ekonomi Jepangmempunyai net international investment positions USD2.8Triliun yang berarti memiliki net external assets positif alias bangsa kreditor. Berbeda dengan Indonesia yang net international investment positionnya negatif lebih dari USD400Miliar alias mempunyai net external liabilities atau benar-benar negara dengan neraca sebagai negara debitor.

Pemerintah tidak membandingkan tax ratio Jepang yang 31% PDB sementara tax ratio Indonesia kurang dari 11% atau praktis yang terendah di Dunia. Pemerintah juga tidak membandingkan dengan ratio APBN terhadap PDB di Indonesia yang amat rendah dibandingkan dengan ratio yang sama dari negara- negara lain yang sering dijadikan pembanding. Begitu pula dengan debt service ratio di Indonesia yang 40% atau tertinggi di Asia Tenggara, sementara batas yang dianggap aman maksimal 25%. Sementara itu sekitar 41% utang negara dalam valuta asing. Dengan average time to maturity 9 (Sembilan) tahun dan yang bertenor (jatuh tempo) 5 (lima) tahun sebesar 40% nya, akan menjadi beban berat APBN dalam 5 (lima) tahun kedepan.