Dr. Syahganda Nainggolan: Seeing is Believing, Post Truth and Every Body Lies: Predicting the Present

Saya WA ke junior saya doktor ahli Big Data.

“Sudah punya Lu?” tanyaku.

“Sudah, Bang,” katanya sambil membalas dengan foto buku itu. Jelas dia ahli big data, lebih duluan punya daripada saya.

Hidup jaman now harus berpikir ulang jika hanya pintar menggunakan buku “Mega Trends” nya John Naisbitt. Juga menggunakan buku “The World is Flat” karya Tom Friedman. Apalagi modal survei dan quick count. Kita harus melengkapi daya analisa kita dengan big data.

Big data adalah sebuah potret besar tentang kehidupan kita yang terekam di dunia maya. Percakapan, pencarian,  fakta,  dll.  “How big is big?” tanya Seth Stephens Davidowitz.

Setelah “Seeing is believing” dan “Post Truth”,  Big Data yang jadi rujukan saat ini harus kita lihat  untuk memotret situasi.  Situasi apa?

Bagi saya yang terpenting adalah keterbelahan politik kita.  Data dari jejak digital selama ini, baik di WA Groups,  FB,  Twitter,  Instagram, Media Online dll. ekskalasi kebencian antara barisan rakyat pendukung Prabowo vs.  pendukung Jokowi sudah pada titik tertinggi.

Tuduhan dan framing Prabowo akan mendirikan negara Islam alias khilafah sudah sempurna. Google Trends menampilkan “Prabowo Khilafah” meroket ke angka 100 alias maksimum pada saat pilpres ini.

Sementara Google Trends “Jokowi PKI” hampir di angka 100 beberapa waktu lalu dan pernah dua kali mencapai angka 100 sebelumnya.

Itu baru dua contoh kita melihat data.

Berbagai isu dan saling sebar (kita asumsikan tidak ada pihak  ketiga) ketakutan, hoax, fitnah, kebencian,  dll. sudah terjadi selama 5 tahun ini. Dan itu tidak gampang di-resetting agar bangsa kita menjadi bangsa yang satu Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam kebencian saling dendam,  kelompok median (netral) semakin lama semakin hilang. Situasi ini,  digambarkan sejarah, mirip tahun 65. Tapi pada potret sekarang,  saya melihatnya seperti di Venezuela,  Maduro vs. Guaido, dan pengikutnya. (Saat ini ada dua Presiden di  Venezuela yang diakui dunia).