Dr. Syahganda Nainggolan: Seeing is Believing, Post Truth and Every Body Lies: Predicting the Present

Pertanyaan Jumhur siapa presiden dan jawaban saya bukan keduanya adalah fakta. Keyakinan Prabowo atas kemenangannya dapat dijelaskan dengan fakta sosial,  melebihi angka yang harus dikontestasi di KPU.  Prabowo telah memenangkan  hati rakyat.

Namun,  Prabowo pasti tidak akan menjadi presiden Bangsa Indonesia, karena setengah atau hampir setengah bangsa ini termakan isu Prabowo sama dengan Khilafah.

Sebaliknya Jokowi sudah tidak disukai rakyat, setidaknya setengah bangsa Indonesia yang ada di barisan Prabowo. So what?

Jika Jokowi nantinya dimenangkan KPU,  maka Prabowo pasti tidak mengakui kemenangan itu. Sebab,  Prabowo berdasarkan datanya, sudah meyakini kemenangannya.  Kekalahan bagi Prabowo adalah sama dengan kecurangan yang dilakukan Jokowi. Kredibilitas KPU juga jadi pertanyaan.

Jika itu kasusnya, pemerintahan tanpa legitmasi dari Prabowo, maka Indonesia yang ekonominya kini sedang susah, akan segera kolaps. Indonesia akan terseret menjadi negara hancur seperti Venezuela.

Situasi ini akan diperparah lagi jika penggunaan kekerasan terhadap jalannya demokrasi dilakukan,  misalnya melakukan cara cara represif.  Sebab, konsolidasi rakyat yang terbelah sudah mencapai kematangan. Dan rakyat tahu arti demokrasi.

Terakhir, dalam situasi seperti ini,  Big Data tidak mengajar kan moral kita untuk berpihak. Big Data hanya memotret fakta. Namun, kita manusia harus mempunyai moral.  Itu adalah pemihakan pada yang benar dan kita yakini.

Disitulah saya tetap menjadikan Presiden saya tetap Prabowo. []

Penulis: Dr. Syahganda Nainggolan, Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle.