Epidemiolog: Memicu Kerumunan Melanggar UU Wabah Baik Sengaja atau Tidak

eramuslim.com – Epidemiolog Windhu Purnomo mengatakan bahwa siapapun yang memicu kerumunan, maka dia telah melanggar Undang-Undang nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Sekalipun orang yang memicu kerumunan itu berdalih bahwa dia tidak sengaja, namun kata dia, tetap saja orang tersebut telah melanggar hukum.

Dalam pasal 14 ayat 1 UU tersebut, tertulis bahwa siapapun yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah akan diancam pidana penjara 1 tahun dan atau denda Rp1.000.000.

“Memicu kerumunan itu merupakan pelanggaran undang-undang wabah karena mereka termasuk menghalang-halangi penanggulangan wabah. Baik sengaja atau tidak,” kata Windhu saat dihubungi merdeka.com, Rabu (24/2).

Sesuai dengan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh Kemenkes dan Satgas Covid-19, disebutkan bahwa setiap orang harus menerapkan 5M, ada unsur menjaga jarak dan menghindari kerumunan dalam protokol tersebut. Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa siapapun yang memicu kerumunan maka telah melanggar aturan yang dibuat oleh negara.

“Kalau kerumunannya tidak disengaja, berarti itu kelalaian masuknya, itu pun perlu dihukum kalau kelalaian. Seperti orang menabrak saja. Nah apalagi kalau disengaja, hukumannya lebih berat” ujarnya.

Seperti yang diketahui, beredar video warga mengerumuni mobil yang ditumpangi oleh Presiden Joko Widodo saat ia melakukan kunjungan kerja di Maumere, Nusa Tenggara Timur pada hari Selasa kemarin (23/2).

Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan bahwa kerumunan tersebut terjadi secara spontanitas. Saat perjalanan, masyarakat sudah menunggu rangkaian Presiden Jokowi di pinggir jalan dan saat rangkaian melambat, masyarakat maju ke tengah jalan dan membuat rombongan Jokowi berhenti.

“Sehingga membuat iring-iringan berhenti. Kebetulan mobil yang digunakan Presiden atapnya dapat dibuka, sehingga Presiden dapat menyapa masyarakat, sekaligus mengingatkan penggunaan masker,” kata Bey Machmudin.