Eramuslim.com – Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuai banyak protes dari sejumlah ormas Islam. Sejumlah ormas Islam yang telah menyuarakan penolakannya antara lain PBNU, Muhammadiyah, MUI, dan FPI.
Tidak hanya ormas Islam, ormas lain seperti Pemuda Pancasila juga turut menyampaikan penolakannya. Sikap tersebut terjadi lantaran dalam salah satu pasal di RUU tersebut menegasikan norma Ketuhanan Yang Maha Esa.
Fraksi PKS DPR juga menyatakan penegasan yang sama. Anggota Baleg DPR Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, menyambut positif konstelasi yang terjadi sekaligus menyatakan terima kasih kepada publik yang menolak RUU HIP tersebut.
Bukhori menyatakan Fraksi PKS di DPR sejak awal telah menyuarakan penolakan terhadap RUU HIP dengan beberapa catatan.
“Kami, dari Fraksi PKS, menyambut baik dan mengucapkan terima kasih atas aspirasi (penolakan) yang disampaikan. Sikap publik ini sejalan dengan sikap kami di awal yang telah menolak RUU HIP. Sebab, sedari awal kami menilai bahwa RUU ini belum mengakomodasi aspirasi publik sepenuhnya,” ungkap Bukhori dalam siaran pers di Jakarta, Senin (15 Juni)
Pada sidang paripurna 12 Mei 2020 lalu, Fraksi PKS menolak penetapan RUU HIP yang mengabaikan konstitusi TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme.
Berkaitan dengan pembahasan RUU HIP tersebut, lanjut Bukhori, Fraksi PKS juga telah memberikan beberapa catatan penting.
Pertama, Fraksi PKS menilai Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila yang diatur didalam RUU ini diharapkan dapat membentuk manusia Indonesia yang memiliki daya cipta, rasa, karsa, karya, beriman, bertakwa, berakhlak mulia dan mencintai ilmu pengetahuan.
Dengan begitu, kehidupan berbangsa dan bernegara dapat menghantarkan Indonesia untuk mencapai cita-cita nasional menjadi bangsa dan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagai berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
Ini sebagaimana terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kedua, Fraksi PKS mempertanyakan urgensi dibentuknya kementerian/badan kependudukan dan keluarga nasional untuk menjamin terlaksananya Haluan Ideologi Pancasila sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 38 ayat (2) RUU ini.
FPKS menyatakan ini bukanlah suatu solusi yang tepat dikarenakan negara sudah memiliki Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta bertugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila.
Oleh sebab itu, menurut FPKS, sepatutnya BPIP inilah yang seharusnya diperkuat, bukan justru membentuk kementerian atau badan baru di tengah semangat efisiensi yang disuarakan oleh Presiden Joko Widodo.
Bukhori yang juga utusan Fraksi PKS dalam mengawal pembahasan RUU HIP di Baleg DPR ini turut mengingatkan agar publik tetap waspada dan menjaga nalar kritis mereka.
Selain itu, Bukhori kembali menegaskan komitmen Fraksi PKS di DPR untuk konsisten mengawal suara publik terkait RUU HIP ini.
“Sikap kami tegas dalam mengawal serta memastikan aspirasi yang disampaikan oleh publik supaya didengar oleh semua pengambil keputusan di parlemen,” jelas Bukhori.
Begitupun sebaliknya, sambung Bukhori, jika publik menghendaki RUU HIP ini untuk tidak dilanjutkan dalam pembahasan selanjutnya, maka Fraksi PKS di DPR akan tetap mengawal amanat tersebut.
Dalam Pasal 7 RUU HIP dituliskan, pertama, ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
Kedua, ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Ketiga, Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
Selain menegasikan sila pertama Pancasila, RUU ini juga tidak memasukan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam konsideran di draf RUU tersebut.
“Dengan tidak memasukan TAP MPRS tersebut dikhawatirkan akan menjadi entry point bagi bangkitnya paham komunisme di Indonesia,” kata Bukhori.(rol)