Gerakan KAMI Dibutuhkan Indonesia Agar Tidak Hancur

Persoalan pertama, diurai Radhar, ialah terkait keterpecahbelahan masyarakat sejak Pilpres tahun 2014 hingga mencapai puncaknya pada Pilpres 2019 yang lalu.

“Kehidupan sosial yang saling mencerca (bully) merajalela dan sepertinya ada pembiaran, ketidak mampuan mempersatukan bangsa sampai sekarang terbelah menjadi cebong dan kampret atau bocin dan kadrun,” paparnya.

Selain itu, Radhar juga melihat persoalan lain berupa kebijakan pemerintah yang sepertinya sudah tidak berpihak kepada rakyat. Di mana beberapa produk UU yang didorong ke DPR justru menimbulkan kontroversi.

Beberapa diantaranya seperti RUU HIP yang akhirnya timbul unjuk rasa di tengah pagebluk Covid-19. Adapula regulasi yang menurutnya terlalu berpihak kepada pemegang modal dan asing khususnya investor China, seperti Omnibus Law, UU 2/2020 atau UU Corona, dan UU Minerba.

“Sementara rakyat diberikan kenaikan BPJS dan harga BBM yang tetap tidak diturunkan sehubungan harga minyak dunia anjlok,” sambungnya.

Disisi yang lain, kekinian pemerintah juga tidak bisa mengendalikan pandemik virus corona baru (Covid-19) yang terus meningkat dan tidak diketahui waktu penyelesaiannya. Tapi, dampak virus asal Wuhan, China ini memberikan dampak terhadap perekonomian rakyat.

Banyak perusahaan yang gulung tikar, terutama UMKM mengalami kondisi parah, PHK dan pengangguran meningkat pendapatan rakyat sama sekali hilang,” sebutnya.

“Kondisi ini diperparah dengan krisis ekonomi global, sehingga Indonesia memasuki Krisis Ekonomi yang lebih parah daripada krisis moneter 1998,” demikian Radhar Tribaskoro. (Rmol)