Habib Rizieq Shihab-Jokowi: Ya Jauh Bedalah

Akan tetapi, faktanya hanya HRS yang mampu mengumpulkan 7 juta orang di Monas pada aksi 212 itu. Bahkan, jumlahnya diperkirakan mencapai 13 juta orang.

Atau kegiatan umat yang menjemputnya saat tiba di tanah air, pada Selasa 10 November 2020 pagi.

Jumlah umat yang menjemput mulai dari Terminal 3 Bandara Internasional Sukarno-Hatta sampai kediamannya di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, diperkirakan sedikitnya 3 juta orang.

Jika ditambah dengan pendukung lainnya yang tidak bisa datang ke Jakarta karena dicegat polisi di beberapa tempat, jumlahnya jauh lebih banyak lagi.

Bedalah dengan Jokowi.

Sang presiden yang suka menjawab pertanyaan wartawan dengan, “Ng…ng… nganu… Duuh’” tidak bisa dibandingkan dengan HRS yang mampu mengumpulkan massa dalam jumlah banyak tanpa diundang.

Keduanya tidak bisa dibandingkan. HRS ‘singa’ podium yang ceramah penuh semangat dan berapi-api. Ia biasa berceramah atau berpidato berjam-jam tanpa teks.

HRS gemar berdiskusi dan sangat menghargai dialog. Diwawancara wartawan pun mengasyikkan, karena jawabannya selalu lugas, gamblang dan terbuka.

Berbeda jauh dengan Jokowi. Berhadapan dengan wartawan untuk doorstop, ia kadang menghindar, balik badan, dan mengesankan kabur karena tidak mampu menjawab pertanyaan.

Di kalangan wartawan, seperti juga yang rakyat bisa tonton di televisi maupun media sosial, Jokowi sering terlihat menjawab dengan melempar tanggungjawab kepada menterinya atau orang lain.

“Jangan tanya saya. Itu, ng…ngg… nganu…” Itu kalimat yang pernah terdengar dari seorang presiden saat doorstop dengan wartawan.

Oleh karena itu, ucapan, “Nganu” itu pun disematkan rakyat kepadanya, sebagai kalimat gurauan, dan bahkan olok-olokan.

Lima tahun pertama menjadi presiden, Jokowi tidak pernah tampil berpidato di hadapan Sidang Umum Persatuan Bangsa-Bangsa. Sangat berbeda jauh dengan presiden sebelumnya.

Antara HRS dan Jokowi berbeda jauh. Tidak perlu membandingkan keduanya, apalagi dalam ilmu agama Islam.

Yang bisa disamakan antara keduanya adalah karena keduanya sama-sama mengangkat ‘revolusi’ dalam jargonnya. Jokowi dengan “Revolusi Mental” dan HRS dengan “Revolusi Akhlak.”