Habib Rizieq Shihab-Jokowi: Ya Jauh Bedalah

Revolusi Akhlak yang diusung Jokowi ternyata mampu melahirkan semakin banyak koruptor.

Revolusi mental ini telah mementalkan dua menterinya ke penjara, karena korupsi, yaitu Edy Prabowo (Menteri Kelautan dan Perikanan), dan Juliari Peter Batubara (Menteri Sosial).

Juliari Batubara adalah Wakil Bendahara Umum PDIP periode 2019-2024 yang merupakan partai pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin.

Selain menumbuh-suburkan korupsi, Revolusi Mental juga mampu menghidupkan kembali kolusi dan nepotisme.

Yang terakhir ini (nepotisme), telah menghantarkan anak dan menantu menjadi Wali Kota Solo dan Wali Kota Medan. Keren, tapi edan ya.

Revolusi mental juga telah membuat negara dalam bahaya utang utang luar negeri. Peredaran narkoba semakin mengerikan dan mengancam generasi milenial.

Berbeda dengan HRS yang mengusung “Revolusi Akhlak.” Jargon ini dimaksudkan menanamkan ketakwaan atau rasa takut pada Allah, di hati umat.

Sebab, semua kejahatan bisa terjadi karena tiadanya rasa takut pada Allah di hati manusia.

Semestinya, Revolusi Akhlak tersebut bisa berkolaborasi dengan Revolusi Mental. Jokowi dan jajarannya, seharusnya memetik manfaat dari revolusi akhlak tersebut.

Revolusi mental dan revolusi akhlak harusnya disandingkan. Jokowi tidak perlu merasa disaingi dengan jargon HRS itu. Apalagi, jika Jokowi ingin Indonesia ‘meroket’ di segala bidang.

Jokowi tak perlu merasa tersaingi oleh HRS, apalagi bernafsu ingin ‘menghabisinya’. Justru ia bisa belajar banyak hal dari HRS, sosok tulus, tak terbeli, yang sangat mencintai negeri ini.

Revolusi akhlak terpaksa dimulai dari penjara, karena HRS disangkakan dengan pasal yang sudah dipatahkan Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, Revolusi Mental pun bukan tak mungkin berakhir di penjara. [FNN]

Penulis, wartawan senior