Eramuslim.com – Nilai impor Israel dari Indonesia mencapai USD 277,06 juta sepanjang tahun 2024, berdasarkan data terbaru dari United Nations COMTRADE dan dipublikasikan oleh TradingEconomics. Angka ini menjadi yang tertinggi dalam lebih dari satu dekade terakhir, mencerminkan lonjakan tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan grafik historis, volume perdagangan antara kedua negara sempat fluktuatif, namun menunjukkan tren kenaikan drastis sejak 2023. Pada 2024, terjadi lonjakan nilai impor yang signifikan, melampaui USD 250 juta untuk pertama kalinya sejak 2011.
Dari total nilai impor, produk alas kaki menjadi kategori utama yang paling banyak diimpor Israel dari Indonesia, dengan nilai mencapai USD 58,52 juta. Disusul oleh minyak dan lemak nabati/hewan sebesar USD 40,78 juta, serta peralatan elektronik dan listrik senilai USD 39,46 juta.
Komoditas lain yang turut menyumbang nilai signifikan antara lain:
-
Cokelat dan produk kakao: USD 16,88 juta
-
Serat buatan/manmade fibers: USD 13,57 juta
-
Limbah industri makanan dan pakan ternak: USD 13,41 juta
-
Pakaian jadi (tidak dirajut dan rajut): total USD 24,91 juta
Impor juga mencakup berbagai barang lain seperti mesin dan reaktor, furnitur, bahan kimia organik, hingga instrumen musik serta kosmetik.
Peningkatan volume perdagangan ini menjadi sorotan mengingat tidaknya adanya hubungan diplomatik resmi antara Indonesia dan Israel. Meski demikian, hubungan dagang tidak sepenuhnya terputus, dan berlangsung secara tidak langsung melalui negara ketiga. Fakta ini sering menimbulkan kontroversi, terutama dalam konteks solidaritas Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Sementara itu, Israel mengalami defisit neraca perdagangan sebesar -3.639,40 juta pada periode terakhir, dengan nilai impor mencapai USD 7.755,20 juta, jauh melampaui ekspor sebesar USD 4.115,80 juta. Hal ini menunjukkan ketergantungan Israel terhadap produk luar negeri, termasuk dari negara-negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik langsung.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia mengungkapkan bahwa aktivitas perdagangan antara Indonesia dan Israel berlangsung secara tidak langsung, yaitu melalui negara ketiga. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Abdul Kadir Jailani, dalam sebuah forum di Kantor MUI, Jakarta Pusat, pada Kamis (18/7/2024).
“Kami telah mencermati data statistik yang menunjukkan bahwa perdagangan antara Indonesia dan Israel tidak dilakukan secara langsung, melainkan melalui pihak ketiga,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam Dialog Palestina bertajuk Kebijakan dan Peran Indonesia dalam Upaya Perdamaian Palestina.
Abdul juga menekankan bahwa berdasarkan data tersebut, volume perdagangan antara Indonesia dan Israel sangat kecil, hanya sekitar 0,003 persen dari total keseluruhan perdagangan luar negeri Indonesia.
“Transaksi itu pun terjadi melalui negara ketiga. Dalam menyikapi hal ini, Indonesia selalu merujuk pada ketentuan hukum nasional maupun internasional,” jelasnya.
Harusnya pemerintah perlu segera melakukan audit menyeluruh terhadap jalur perdagangan internasional yang berpotensi mengarah ke Israel, meski melalui negara ketiga. Mempublikasi laporan resmi mengenai komoditas, perusahaan, dan negara transit yang terlibat, agar publik dapat menilai sejauh mana keterlibatan Indonesia secara tidak langsung.
Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan Bea Cukai harusnya bisa satu suara dan satu arah kebijakan karena perlunha mekanisme koordinasi lintas kementerian dalam merespons perdagangan sensitif seperti ini, agar tidak ada inkonsistensi narasi atau celah implementasi, serta mempertegas posisi diplomatiknya di forum internasional, seperti OKI, PBB, dan ASEAN, dengan membawa isu perdagangan terselubung dengan Israel sebagai ancaman terhadap komitmen kolektif dukungan terhadap Palestina.
Diharapkan Indonesia bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam menghindari bentuk normalisasi “ekonomi terselubung”
Sumber: Data Trading Economics dan mui.or.id