Indonesia Jangan Tunggu Mandat PBB Untuk Kirim Pasukan Perdamaian

Pemerintah jangan tunggu mandat PBB untuk mengirimkan pasukan perdamaian ke Palestina dan Libanon, seharusnya pasukan yang diterjunkan untuk menghentikan agresi Israel menggunakan bendera Organisasi Konferensi Islam.

Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto usai melakukan audiensi dengan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, di Kantor Departemen Luar Negeri, Jakarta, Rabu (2/8).

"Kalau Indonesia tetap bertahan menunggu mandat dari PBB akan menguntungkan Israel, karena mereka dapat dengan mudah meraih apa yang menjadi tujuan politiknya," ujarnya.

Menurutnya, serangan Israel itu hanya bisa dihentikan dengan kekuatan militer, oleh sebab itu jika seluruh negara-negara Organisasi Konferensi Islam bersatu mengirimkan masing-masing satu batalyon sangat cukup untuk menghentikan segala bentuk agresi yang dilakukan oleh Israel.

"Kita menyerukan kepada seluruh umat Islam didunia agar bersatu, bagaimana mungkin 1,4 milyar umat Islam didunia, bisa keok melawan negara kecil seperti Israel yang hanya berpenduduk 10 juta," tegasnya.

Dalam audiensi tertutup itu, Hizbut Tahrir Indonesia meminta agar dalam Sidang khusus OKI yang berlangsung Menteri Luar Negeri RI bisa menyampaikan gagasan yang konkrit untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Timur Tengah.

Ismail Yusanto menambahkan, Ssogan ‘war on terrorism’ terbukti selama ini hanya menjadi kedok untuk maksud yang sesungguhnya yakni ‘war on Islam’, sebab faktanya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina dan Libanon, tidak pernah disebut sebagai tindakan terorisme.

Indonesia Tetap Kirim Pasukan Di bawah Payung PBB.

Sementara itu, Menlu Hassan Wirajuda menyatakan, Indonesia akan tetap mengirimkan pasukan perdamaian sejumlah satu batalyon di bawah bendera PBB, untuk membantu menghentikan agresi militer yang dilakukan oleh Israel.

"Kalau itu berupa pasukan perdamaian berbaret biru, maka Indonesia akan berkontribusi satu batalyon, tetapi kalau bentuknya pasukan multinasional yang komandonya bukan di bawah PBB, kita tidak ikut, kita masih menunggu," jelasnya.

Menurutnya, pasukan multinasional diberikan kewenangan yang besar termasuk memerangi lawan tanpa melakukan gencatan senjata, dan bukan di bawah supervisi PBB di mana negara yang kuat yang memegang peranan, sehingga tidak sesuai dengan kebijakan dalam negeri Indonesia.

Hassan berjanji akan terus mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengirimkan pasukan untuk meredakan ketegangan yang terjadi di Libanon dan Palestina, sebab sampai saat ini Dewan Keamanan belum mengambil tindakan apa-apa.

Mengenai rekomendasi yang akan disampaikan dalam Sidang Khusus OKI besok, ia menyatakan, yang paling mendesak untuk saat ini dilakukan adalah gencatan senjata dan kewenangan itu ada pada DK PBB, selain itu juga dibutuhkan bantuan kemanusiaan berupa makanan, obat-obatan untuk penduduk yang terkena konflik, serta melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi karena banyak infrastruktur yang rusak terutama di Gaza, Palestina.

Ia menambahkan, upaya yang terakhir yang harus dilakukan adalah mendorong proses perdamaian bisa tetap dilanjutkan.

"Perang lebih banyak bencananya, solusi damai harus bisa dihidupkan kembali dalam Sidang darurat OKI besok," tandasnya sebelum bertolak ke Kuala Lumpur, Malaysia.(novel)