Inikah Sikap Diam yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM)?

Eramuslim – Pancasila intinya ada di sila pertama; sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidak mudah menzikiri dan mengamalkan Pancasila itu. Kenapa? Karena Pancasila adalah kejujuran. Pancasila adalah ‘moral high ground’. Bukan ‘moral under the ground’ atau ‘moral yang terkubur’.

Pijakan moral yang diajarkan Pancasila itu sangat tinggi. Para penipu, penilap, perampok, pengkhianat, dan ‘immoral personality’ lainnya tak mampu naik ke palftform moral Pancasila. Bahkan, para penjaga falsafah bangsa itu sendiri pun mengalami kesulitan untuk konsisten berpancasila. Tak sanggup atau tak berhasrat naik ke pijakan moral yang terhomat itu.

Itulah sebabnya di pilpres ini kita tidak melihat orang-orang yang kemarin berteriak-teriak Pancasila hadir di tengah perampokan nurani terbesar dalam sejarah. Yaitu, pencurangan hasil pilpres yang jelas-jelas menjadi hak Prabowo Subianto. Hak rakyat Indonesia.

Hari ini kita menjumpai sikap diam yang terstruktur, sistematis, dan masif. Sikap diam yang TSM. Sikap diam yang terencana di kalangan para negarawan ‘guarding fathers’ (bapak penjaga) Pancasila.

Mereka semua hanyut terikut ke dalam ‘irrationality’ (kegilaan) orang-orang yang telah terbiasa dengan kultur ‘musang berbulu ayam’. Orang-orang yang tidak lagi memiliki indra yang bergungsi membedakan salah dan benar, halal dan haram, baik dan buruk.

Kita semua ingin belajar dari para negarawan dan cendekiawan tentang integritas, kejujuran, dan keadilan. Ingin belajar itu dari Pak Habibie, dari Bu Mega, dari Pak Jusuf Kalla, dari Pak Mahfud MD, dari Pak Wiranto, dari Pak Surya Paloh, dari Pak Syafi’i Maarif, dari Pak Azyumardi Azra, dari Goenawan Mohamad, dll.