Inilah Utas Lengkap Anies Baswedan tentang Orang Miskin Banyak Anak

Eramuslim – Dalam cuitannya di platform X, @aniesbaswedan (4/5) menulis serangkaian utas yang cukup panjang mengenai pandangannya tentang orang msikin banyak anak. Berikut adalah ke-13 utas yang ditulis Anies Baswedan dalam tautan X-nya:

(1/13) Pertama, banyak yg berkisah lahir dari keluarga miskin dan dituntut ikut menopang keluarga. Utk semua yg pernah mengalami, terima kasih telah bertahan dan jangan pernah merasa sendiri. Semoga Allah beri kekuatan, keringan, kelapangan, dan tiap kesulitan jadi tabungan amal.

(2/13) Ada juga yg cerita ttg interaksi dgn tetangga atau kenalan yg hidup dalam kemiskinan. Terima kasih telah peduli dan tidak menutup mata. Dukungan seperti itu sangat berarti. Untuk bisa saling menguatkan, kita memang harus saling mengenal dulu.

(3/13) Lalu ada yg tanya, “Kok mewajarkan orang miskin banyak anak?” Tidak. Empati itu bukan membenarkan, mewajarkan, apalagi romantisasi. Empati itu memahami alih2 menghakimi. Supaya kita tahu apa yg terlihat “masalah” srgkali adalah respons thdp sistem yg lebih dulu bermasalah.

(4/13) Pertanyaan lain, “Mana solusinya?” Ya utas kemarin memang bukan sdg bicara sbg pemerintah ataupun kepada pemerintah, tapi sdg bicara kepada sesama warga biasa ttg empati. Pesannya, memahami lebih dulu sering jauh lebih penting daripada merasa harus langsung memberi solusi.

(5/13) Tapi, kalau mau bicara soal solusi kemiskinan secara lebih konkret, kami kan sudah pernah menawarkannya dalam visi-misi AMIN yg lalu. :) Silakan ditinjau kembali. Banyak hal yg dirancang di sana, dari ekonomi keluarga hingga keadilan antargenerasi.

(6/13) Beberapa juga bertanya: “Memangnya lima tahun di Jakarta dulu sudah bikin apa?” :) Seperti dejavu masih masa kampanye ya? Tapi tidak apa-apa. Mari cerita ulang sedikit saja, agar diskusi ini punya cantolan nyata di lapangan. Kita mulai dari prinsip dasarnya dulu.

(7/13) Di Jakarta, pendekatannya adalah, mulai dari cari akar masalah, dituntun oleh empati, lalu diselesaikan lewat sistem. Bukan sekadar karitatif atau performatif. Karena kemiskinan itu struktural, maka solusinya tentu juga harus sistemik.

Beri Komentar