Insha Allah Lebaran Tahun Ini Bareng

Saat teknologi belum maju, kita berdebat antara cara rukyah (melihat langsung posisi bulan) dengan Hisab (perhitungan Astronomi posisi bulan). Setelah munculnya teknologi modern, khususnya yang berbasis satelit yang dapat melihat posisi bulan kapan saja tanpa terhalang cuaca, maka perdebatan bergeser, antara prinsip Wujudul Hilal (bulan nampak berdasarkan pandangan dengan teknologi) dengan prinsip Imkanu Rukyah (bulan dianggap terlihat dari Bumi).

Kedua prinsip ini sama-sama menggunakan teknologi mutakhir dan dapat dilakukan kapan saja. Dengan prinsip ini, menjadi kabur cara pandang hisab dan rukyah, karena keduanya dilakukan secara bersamaan.

Tahun ini, menurut Ketua Asosiasi Dosen Falak Indonesia Ahmad Izzudin, secara alamiah posisi Bulan akan berada sekitar 7 derajat pada awal Bulan Syawwal mendatang. Dengan demikian kriteria Imkanu Rukyah (2 atau 3 derajat) akan terlampaui, demikian juga prinsip Wujudul Hilal yang menggunakan prinsip di atas 0 derajat. Dengan demikian Insya Allah Idul Fitri tahun 2018 ini akan bareng jatuh pada: 15 Juni.

Ketua LAPAN Thomas Djamaluddin bahkan memprediksi sampai dua tahun ke depan, fenomena alam ini tidak akan berubah.

Kalau demikian adanya, mengapa tidak segera diumumkan agar masyarakat luas mendapat kepastian? Jika Sidang Isbat dianggap masih diperlukan, mengapa harus menunggu H-1, padahal dengan teknologi yang kita miliki, sidang Isbat bisa dilakukan kapan saja. Bahkan, kini mulai muncul aplikasi yang bisa diakses melalui handphone untuk melihat posisi bulan dari berbagai belahan bumi, sehingga masyarakat awam pun akan bisa melihat kapan datangnya Ramadhan atau Idul Fitri.

Akhirnya saya hanya ingin mengingatkan, agar Kementrian Agama melakukan kegiatan-kegiatan yang memberi manfaat kepada umat, dan jangan sampai terlambat menyadarinya, karena hal ini bisa menjatuhkan kredibilitasnya. [***]

Penulis: Dr. Muhammad Najib, Direktur Eksekutif Center for Dialogue and Cooperation among Civilization