Istrinya jadi Narsum Dampak Buruk Jilbab, Guntur Romli: Dia Lulusan Ilmu Hadits, Bapakku Kiai, Mertuaku Kiai

 Aku hanya sebut budaya saja yang umum, kalau soal dalil-dalil baik dari Al-Quran, Hadits dan pendapat-pendapat ulama, istriku lebih menguasai. Kalau kamu tak percaya ucapan dan tulisan istriku soal jilbab bisa kamu baca buku Prof Quraish Shihab soal ‘Jilbab’. Mungkin otoritas beliau sebagai ulama besar, alumnus doktor jurusan Tafsir Universitas Al-Azhar Cairo Mesir bisa sedikit meyakinkan mu kalau perdebatan soal jilbab ini hal yang biasa. Tapi kalau aku cek yang menyerang istriku mereka yang rata-rata pengagum Sugik Nur, ustadz-ustadz dadakan ala Hizbut Tahrir dan seleb-seleb yang baru bertobat kemudian mengaku ustadz. Ini sih maklum saja.

 Dengan pendapat istriku (dan pendapatku juga), keluarga kami sering dituduh antiagama. Tapi ingin aku tulis di sini soal testimoni keluargaku, khususnya bagi mereka yang mudah menyebarkan fitnah. Pendidikan ibadah keislaman untuk anak-anakku yang mendidiknya langsung istriku.

 Kepada anak-anakku istriku mendidik terkait etika keagamaan, mana yang baik mana yang buruk, mana yang boleh dan tidak boleh, karena anakku juga sekolah dengan punya teman-teman yang beda agama, istriku mengajarkan semua agama bertujuan kebaikan dan menjauhi keburukan. Hal ini penting untuk tidak membeda-bedakan teman hanya karena beda agama. Kalau dalam terminologi Islam ini yang disebut akhlaq tentang budi pekerti.

 Iya keluarga kami memang mendahulukan dan menekankan akhlaq dari pada soal perdebatan fiqih (hukum Islam).

 Tapi bukan berarti syariat tidak diajarkan. Karena hal ini terkait dengan keterampilan ibadah ritual. Bapak ku kiai, Bapak istriku kiai, kami sama-sama alumnus pesantren masa anak-anak kami sampai tidak bisa mengaji dan tidak mengerti dasar-dasar kewajiban dalam Islam? Aih yang bener aja!

 Mulai dari doa-doa sehari-hari, shalat, puasa, hingga bisa mengaji. Ini yang membanggakanku. Jadi istriku tidak hanya pandai mengutip dalil-dalil soal hukum agama tapi dia bisa mendidik anak-anak kami bisa shalat, hafal dengan bacaan dan doanya hingga bisa mengaji. (Kami tidak punya guru privat mengaji dan agama, karena prinsip kami, agama dan budi pekerti dididik langsung oleh orang tua).

 Waktu nikah aku bilang ke istriku, aku bisa sholat, hafal bacaan dan doa-doa serta bisa mengaji karena dididik ibuku, ini menjadi kenangan terindah buatku dan selalu merasa terhubung secara emosional dan spiritual dengan ibuku. Istriku pun mendidik anak-anak kami keterampilan ibadah-ibadah dasar, apalagi saat berkah PSBB tidak bisa kemana-mana setiap malam mengaji bersama anak-anakku, ini akan menjadi kenangan terindah bagi anak-anak kami.

 Untuk mereka yang menghujat istriku, aku hanya mau bilang begini: kalian tidak kenal istriku, tidak kenal keluarga kami. Ada pepatah Arab yang sering aku kutip ‘an-naasu a’ daa’u maa jahiluu’ (manusia sering memusuhi yang tidak mereka ketahui) kalau dalam ucapan kita sehari-hari ‘Tak Kenal Maka Tak Sayang’.

 Sedangkan bagi mereka yang sampai memfitnah hingga menyebarkan foto-foto anak-anakku dengan konten-konten fitnah aku hanya mau mengatakan: Semoga Allah Swt membalasnya, doa-doa kakek-kakek dan nenek-neneknya tidak akan pernah terima bila cucu-cucunya difitnah seperti itu.

 Salam

Mohamad Guntur Romli