Jaksa Agung: Hukuman Mati Masih Relevan

Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh menyatakan, pemberlakuan hukuman mati di Indonesia masih relevan, terutama untuk kasus-kasus narkotika.

“Apalagi kejahatan narkoba itu juga kejahatan bias gender, dan menyentuh lapisan masyarakat ekonomi menengah hingga atas, di mana saat ini ada sekitar 1, 5 persen atau sekitar 3, 2 juta pengguna narkoba di Indonesia, dan jumlah itu tiap hari selalu bertambah, ” ungkapnya dalam sidang uji legal standing UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (15/3).

Menurutnya, tidak tepat jika hukuman mati dikatakan melanggar HAM, sebab pada hakekatnya setiap jenis pemidanaan seperti penahanan seseorang meski hanya satu menit, juga sudah dikatagorikan melanggar HAM.

Lebih lanjut Jaksa Agung mengatakan, UUD 1945 pasal 28 D mengenai kewajiban masyarakat untuk tunduk pada konstitusi menunjukkan bahwa tidak ada lagi bentuk kompromi hukum bagi para pelaku kejahatan. Oleh karena itu bagi para pelaku kejahatan narkotika, harus dikenakan sanksi seberat mungkin sebagaimana yang sudah diatur dalam konstitusi terutama UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Di tempat yang sama, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin menjelaskan, tidak semua pelaku kejahatan kasus narkotika bisa dijerat hukuman mati, dengan alasan di dalam UU No. 22 Tahun 1997 sudah dijelaskan ada beberapa kriteria pelaku kejahatan narkotika, di antaranya yaitu, pemakai, pengedar, dan pemasok. Namun diakui Hamid bahwa dalam UU tersebut masih mencantumkan sanksi hukuman mati bagi pengedar dan pemasok.

Sementara itu, praktisi hukum Todung Mulya Lubis menegaskan, para terpidana mati tetap memiliki hak untuk hidup, karena itu adalah hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun.

"Sebaiknya hukuman mati itu diganti dengan hukuman seumur hidup tanpa remisi, meskipun ada beberapa terpidana mati yang merupakan warga negara asing, tapi tetap harus memiliki hak untuk hidup, saya paham di dalam konstitusi kita, hak konstitusional hanya mengatur warga negara bukan human being. Tapi ini adalah menyangkut hak hidup seseorang, " katanya yang bertindak sebagai kuasa hukum dari salah satu pemohon.

Ia meyakinkan hakim konstitusi bahwa hukuman mati saat ini hanya dilakukan oleh 68 negara dari 129 negara yang pernah melaksanakan hukuman mati. Apalagi Dewan HAM PBB itu juga sudah tidak lagi mengakui hukuman mati, karenanya ia menyarankan agar hukuman mati dihapuskan, dan diganti dengan hukuman lain. (novel)