Kasus Perobohan Masjid Al-Ikhlas Medan, Musyawarah Ormas Islam dan TNI Masih Buntu

Pertemuan antara ormas-ormas Islam Medan dengan pihak TNI soal penanganan masjid pasca perobohan Masjid Al-Ikhlas masih belum menemukan titik temu. Pertemuan yang juga dihadiri DPRD, Kemenag Medan, dan MUI akhirnya ditutup dengan tanpa kesimpulan.

Ormas-ormas yang hadir diantaranya FUI SU, MMI, BKPRMI, IBNU SABIL, PPMI, KONTRAS, Aisiyah Sumut, KAHMI, PEMUDA MUSLIMIN. Sementara dari DPRD Medan diwakili oleh Amiruddin Daulay , DPRD Sumut dan Tuan Guru Syeikh Basilam. Acara yang difasilitasi oleh Kodam I/BB pada Hari Kamis (26/5) di Aula Jabal Uhud Asrama Haji Medan ini berlangsung hangat.

Pertemuan diawali dengan sosialisasi dan kronologis terjadinya ruislag yang dilakukan TNI cq/Kodam I/BB terhadap tanah Ex Hubdam I/BB di jalan Timor dimana sebelumnya berdiri Masjid Al Ikhlas oleh Kasdam Brigjend TNI Murdjito.

Dalam pertemuan itu, Kodam I/BB menyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembongkaran Masjid Al Ikhlas. Jawaban pernyataan itu merupakan jawaban atas pertanyaan salah seorang peserta dari IBNU SABIL yang mengaku belum pernah mendengar pernyataan resmi dari TNI atas pembongkaran Masjid dimaksud.

Forum Umat Islam Sumatera Utara, yang diwakili oleh Ust Sudirman Timsar Zubil juga mendapat kesempatan untuk membeberkan kronologis dan dasar perjuangan untuk mempertahankan Masjid Al Ikhlas milik Umat Islam tersebut. “Kita sudah investigasi, bahwa proses ruishglah yang terjadi cacat hukum. Dan Pihak Kodam I/BB bukan pemilik tanah, dan hanya pengguna,” katanya menjelaskan.

Dalam pertemuan itu, Kemenag kota medan menyambut positif langkah hukum yang dilakukan oleh Ormas Islam terhadap Kasus Masjid Al Ikhlas, meskipun tetap berharap jalur informal menjadi jalan yang lebih baik.

Beliau juga menyayangkan terjadinya penyerahan uang 700 juta kepada Ormas Islam atas pengganti Masjid Al Ikhlas oleh Kodam I/BB dan berharap agar uang itu dikembalikan untuk meminimalisir terjadinya fitnah di kalangan Umat Islam.

BKPRMI yang hadir dalam pertemuan tersebut yang diwakili oleh Syaifudin Awi memberikan solusi alternatif yang dapat menyelesaikan konflik itu. “Hanya 1 yang bisa menyelesaikan kasus ini, yaitu Bangun Kembali Masjid Al Ikhlas di tempat semula!! Kami yakin, detik itu juga, persoalan ini akan selesai.” Katanya.

DPRD Sumut yang diwakili oleh Husein Hutagalung menyampaikan permohonan kepada Pangdam I/BB agar berkenan kiranya mendekati pengembang dan merelakan tanah dimana berdiri Masjid Al Ikhlas untuk dilepas dan diserahkan kepada umat, atau kalau perlu dibeli.

“Kalau memang ada niat baik dari TNI atas kasus ini dan mendekati pengembang, maka apalah artinya dari sekian Miliar dana yang ada, sedikit tanah tersebut direlakan untuk Ummat Islam, dan kalau perlu dibeli” tandasnya.

“Dari awal pertemuan ini, Kasdam meminta agar jangan melawan hukum, taati proses hukum yang ada…Sebenarnya siapa yang tidak taat hukum dan taat proses hukum yang berlaku dan sedang berjalan?” tanya seorang pengurus ICMI Muda Prabu Alam dengan tegas.

Beliau menambahkan bahwa selama kasus Masjid Al Ikhlas tersebut muncul, justru Ummat Islam lah yang taat hukum dengan melalui prosedur yang ada. Beliau juga menyatakan bahwa yang sebenarnya tidak mentaati hukum dan proses yang sedang berjalan adalah TNI, bukan Umat Islam.

Hal ini dibuktikannya dengan dihancurkannya Masjid Al Ikhlas pada tanggal 4 Mei 2011, padahal tanggal 28 April 2011, gugatan ke PN Negeri Medan telah dilayangkan. “Dengan menghancurkan Masjid Al Ikhlas, berarti TNI lah yang telah memicu terjadinya Konflik SARA, bukan Ummat Islam. Maka TNI jugalah yang harus bertanggung jawab!” tandasnya.

Dikarenakan kondisi pertemuan yang kurang kondusif dan kedua belah pihak (TNI dan Ormas Islam) tetap bersikukuh dengan komitmen masing-masing, maka pertemuan segera ditutup oleh Moderator.

Acara pun ditutup dengan doa Guru Besar Besilam Tuan Syeikh H Hasyim Sarwani.

Selepas pertemuan, kepada Pers, Kasdam I/BB Brigjend Murdjito menyampaikan bahwa TNI sudah mengupayakan mengadakan pengganti dari Al Ikhlas, yakni Musholla di areal Hubdam I/BB Namorambe dan perluasan Musholla Al Abror di Gaharu.

Sebagai catatan, bahwa pembangunan Musholla Al Abror di Jl Gaharu mendapat larangan dari PJKA yang nota benenya sebagai pemilik tanah tersebut. mnh/Reynaldi