“Kegilaan” Memburu Ulama

Eramuslim – Dalam perspektif kegilaan, yang disebut orang gila memiliki sebuah tempat khusus dalam dunianya. Tempat khusus yang sama sekali tidak mirip sebagai tahanan, meski dalam kurungan.

Dia yang disebut “orang gila” adalah karena kemampuannya merasakan secara umum makna irrasionalitas, dimana terdapat modulasi khusus berkaitan dengan kegilaannya. Karenanya, ia ditempatkan dengan semantik hilang ingatan, tidak waras, orang yang patut diasingkan, dan julukan lainnya.

Menjadi diasingkan agar irrasionalitas yang dibawanya tidak mencederai komunitas di luar kegilaannya itu. Jika dilebur, maka kegilaan itu dipaksakan untuk melihat dirinya apa adanya. Dan itu akan membahayakan komunitas yang ada.

Irrasionalitas bersembunyi dalam kebisuan rumah-rumah pengurungan, namun kegilaan terus hadir di belahan dunia mana pun. Tampaknya semakin hari semakin banyak.

Kegilaan, hampir-hampir bukan salah satu kemungkinan yang dihasilkan oleh kesatuan tubuh dan jiwa, ia bukan hanya sekadar konsekuensi nafsu. Dengan diinstitusikan melalui kesatuan jiwa dan tubuh, kegilaan malah berbalik melawan kesatuan tersebut.

Kegilaan dimunculkan oleh nafsu melalui sebuah gerakan yang sesuai bagi dirinya sendiri, mengancam apa yang membuat nafsu muncul. Kegilaan merupakan salah satu bentuk kesatuan bagaikan hukum-hukum yang dikompromikan, dinodai, dan dimanifestasikan dengan tindakan rasional.