“Kegilaan” Memburu Ulama

Deteksi “filsuf” Rocky Gerung, dalam acara Talkshow ILC beberapa saat lalu menjadi menarik, “Kalau ada orang gila beroperasi [mencari mangsa], pasti ada orang yang lebih gila lagi yang mengendalikannya.” Tentu deteksi sang filsuf itu mesti dibuktikan kebenarannya, atau bahkan ketidakbenarannya. Tapi, asumsi publik melihat absurditas fenomena orang gila, menyimpulkan memang ada dalang, tentu bukan Ki Manteb Sudarsono atau Ki Anom Suroto. Ini dalang bukan sembarang dalang. Dalang yang dimungkinkan akan memprovokasi tanpa henti. Orang gila dan gila-gilaan dilebur hingga tidak dikenali mana sebenarnya yang benar-benar gila, dan mana yang gila jadi-jadian.

Para Kiai/Ustaz dan para tokoh agama mengingatkan pada para santrinya untuk tidak terprovokasi menghadapi kondisi yang ada. Namun pihak “di seberang sana” yang entah siapa “dalangnya” terus memprovokasi tanpa henti. Tidak mustahil “teror&#8221#8221; orang gila itu akan menembus juga ke wilayah-wilayah lainnya yang sekiranya potensial untuk “disinggahi”.

Dalang atau pengendali teror, jika itu yang terjadi, sebenarnya teroris dalam makna yang lain. Dalam kasus kegilaan “memburu” ulama, maka teroris penebar teror mesti diringkus sampai ke akar-akarnya, namun akar yang menjulang ke atas memang jarang bisa disentuh. Karenanya, bisa jadi, Densus 88 tidak diberdayakan untuk “mencabuti akar-akarnya”. Tidak seperti Gereja St. Lidwina di Sleman Yogyakarta, dimana pihak kepolisian tanggap dengan melibatkan Densus 88 untuk memburu “orang gila” yang lalu distempel radikalis.