Kisah Nyata, Pengalaman 5 Menit Jadi Jenazah

Eramuslim.com – Ustadz Khalid Basalamah pernah menggelar pengajian dzikrul maut di sebuah masjid. Selama dua jam, materi tentang kematian dibahas tuntas. Di akhir sesi, ia menawarkan kepada jamaah, siapa yang siap melakukan simulasi menjadi jenazah selama lima menit.

Panitia telah menyiapkan segala keperluan. Mulai meja, kain kafan, menyan, hingga menggali liang lahat di dekat masjid tersebut.

Seorang tukang batu bersedia menerima “tantangan” itu. Ia pun naik ke atas meja, berbaring di sana untuk dipakaikan kain kafan.

“Subhanallah… begitu dia naik di atas meja, begitu ditutup matanya dan ditempeli kain kafan di pipinya, langsung dia nangis. Nangis terisak-isak,” tutur Ustadz Khalid Basalamah.

Lalu panitia menyedekapkan tangan pria tersebut dan membungkuskan kain kafan. Dua adik kembarnya yang ada di sebelah meja juga tak kuasa menahan air mata. Mereka membayangkan jika kakaknya benar-benar meninggal.

“Hiruk pikuk orang di masjid ini, baik yang sedang menangis atau sedang mengobrol, anggap mereka adalah orang yang ada di rumah Anda saat Anda meninggal,” kata Ustadz Khalid Basalamah kepada pria itu.

“Pak, sekarang bayangkan semua amal shalih yang berpeluang Anda kerjakan mulai dari shalat malam, puasa sunnah, sampai berbakti kepada orang tua namun Anda lewatkan, Anda sia-siakan. Dan bayangkan setiap peluang dosa yang tidak Anda sia-siakan. Peluang zina Anda kerjakan, riba Anda lakukan. Anda tidak sempat bertaubat dan Allah akan menghukum Anda sekarang”

Mendengar ini, pria tersebut semakin sesenggukan. Tangisnya semakin tak tertahankan.

Setelah itu, panitia mendatangkan keranda jenazah. Pria itu dimasukkan ke dalam keranda dan dibawa ke liang lahat.

Setelah diturunkan ke liang lahat, pria itu disuruh membuka matanya. “Pak, inilah rumah Anda sekarang. Sebentar lagi Anda akan ditanya oleh dua malaikat.”

Kurang dari lima menit berada di liang lahat. Saat keluar dari liang lahat, ia sempoyongan. Sesampainya di masjid, ia disuruh menceritakan apa yang dirasakannya menjadi jenazah.

Ia memegang mic dengan gemetaran. Suaranya parau. Kata-katanya terhalang isak tangis.

“Saya taubat Pak Ustadz… taubat. Saya sering meninggalkan shalat, saya kurang berbakti pada orang tua…” Dosa-dosa disebutkannya satu per satu, padahal di masjid ada ribuan orang. Ia seperti tak peduli. Lima menit menjadi jenazah telah memberinya kesadaran baru. (kl/tby)

https://m.eramuslim.com/resensi-buku/resensi-buku-pre-order-eramuslim-digest-edisi-12-bahaya-imperialisme-kuning.htm