Kisah Presiden Riau Merdeka Ditawari Senjata Libya oleh Panglima GAM

“Dulu saat Tabrani Rab masih sehat, saya didatangi Panglima GAM dari Libya tahun 1999, kami ditawari senjata,” kenang Edy, Kamis (6/6).

Namun, Edy menuturkan, antara Gerakan Riau Merdeka dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memiliki perbedaan dalam menuntut dan menentang kebijakan Pemerintah Pusat yang dirasa tak adil.

Riau, jelasnya, selama ini hanya melalui jalur diplomasi. Sedangkan Aceh sudah menempuh jalur peperangan melalui GAM hingga berakhir di Perjanjian Helsinki.

Penawaran senjata api dari Libya tersebut, kata Edy, terjadi saat malam hari. Tabrani Rab, ceritanya, secara tegas menolak pemberian senjata tersebut.

Sebab, yang dituntut Gerakan Riau Merdeka kala itu hanyalah penghapusan penjajahan Pemerintah Pusat atas daerah. Termasuk di dalamnya ketidakadilan yang diterima provinsi penghasil minyak terbesar untuk Indonesia sejak merdeka, 1945.

Selain menawarkan senjata, pemuda Libya yang disebut Edy berwibawa ini juga berpesan agar ia menjaga Tabrani, sebab dokter itu sosok tegas dan berani.

“Pak Edy harus jaga profesor, ia (Tabrani) orang kami sayangi dan hormati. Jangan biarkan ada orang mengganggu dia,” ujar Edy menirukan ucapan pemuda tersebut.

Setelah itu, Edy menemani pemuda Libya ini ke Singapura. Sejak itu, ia tidak lagi berjumpa hingga mendapat kabar pemuda tersebut tewas tertembak saat baku tembak antara GAM dan TNI.

Edy sendiri saat ini sedang melanjutkan perjuangan sang kakak. Hanya, ia nama gerakannya berbeda, yakni Riau Berdaulat, sedangkan sang kakak merupakan pejuang Riau Merdeka.

“Dulu Riau Merdeka tapi tak jadi, diganti jadi Riau berdaulat. Dulu ketuanya Syarwan Hamid, lalu dia menyerahkan ke saya karena merasa sudah tua. Riau Berdaulat memang tidak sekeras Riau Merdeka, tapi tujuannya sama,” tutupnya. [kp]