Korban Investasi Bodong 212 Mart Dibuai Rayuan ‘Demi Ekonomi Umat’

“Kemudian ada janji untuk bagi hasil yang nilainya bervariasi tiap tahun dalam bentuk SHU karena pada saat itu formatnya koperasi. Ada juga diimingi, semakin banyak belanja di situ maka semakin besar SHU yang didapat. Itu beberapa alasan,” ujarnya.

Dia menambahkan, ajakan investasi dengan nominal uang terjangkau juga membuat banyak orang bersedia bergabung. Para korban ditawarkan berinvestasi dari Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta.

Dia mengatakan para korban juga ditanya soal teknis investasi yang ditawarkan serta harapan terkait kasus ini. Pada pemeriksaan awal ini, para korban juga memberikan sejumlah barang bukti kepada polisi.

“Yang diserahkan tadi ada bukti transfer, brosur ajakan gabung, sertifikat penyertaan modal, kartu anggota, bukti tautan ajakan investasi, ada e-mail juga yang dibagikan terkait konsep pembagian hasil,” bebernya.

Kadek mengatakan pihaknya saat ini berfokus dulu pada proses hukum yang tengah berlangsung di kepolisian. Dia juga meluruskan, dalam kasus ini ada tiga pihak yang menjadi terlapor yakni PN, RJ, dan HB.

Dia mengatakan saat ini ada 28 orang yang memberi kuasa kepada LKBH Lentera Borneo untuk menghadapi proses hukum. Diperkirakan dari 28 orang itu mengalami kerugian lebih dari Rp 300 juta.

Dari total kerugian Rp 2 miliar, diduga ada 3 rekening yang dipakai untuk menghimpun dana dari para investor.

“Dari data kami dapat ada 3 rekening, atas nama 212. Tapi yang bisa melakukan akses itu menurut pengakuan korban hanya 1 orang dari 3 terlapor.

Kasus ini bermula dari ajakan investasi untuk mendirikan sebuah usaha Toko 212 Mart di Samarinda pada tahun 2018 melalui sebuah tautan WhatsApp. Pembentukan toko dilakukan dengan metode pengumpulan dana investasi masyarakat secara terbuka dengan melakukan transfer minimal Rp 500 ribu hingga maksimal Rp 20 juta.

Setelah mendapatkan dana investasi sebanyak Rp 2 miliar lebih, maka terbentuklah secara bertahap 3 unit toko 212 Mart yang berdiri di kawasan Jalan AW Sjahranie, Jalan Bengkuring, serta di Jalan Gerilya. Dua tahun berjalan, para penyumbang dana mulai curiga dengan operasional 212 Mart.

Di awal 2020, para investor mulai curiga karena beberapa gerai itu tutup. Kemudian ada tagihan dari supplier, tagihan ruko, dan gaji pegawai yang tak terbayarkan. Lalu laporan keuangan terkesan dibuat asal-asalan. Kondisi ini membuat para korban mulai menempuh jalur hukum.(dtk)