KPAI: RUU Pornografi Harus Beri Sanksi Tegas Pelaku Korporasi

Materi pornografi sangat berbahaya bagi perkembangan anak, hal ini terbukti hasil temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan 80 persen anak yang tersangkut kasus hukum terkait pelecehan seksual dan perkosaan didahului dengan menonton materi pornografi.

"Materi pornografi itu sangat personal dan murah serta mudah didapat. Seperti melalui internet, hp, komik, video dan majalah, ” kata Ketua KPAI Masnah Sari kepada pers di Jakarta, Senin lalu.

Oleh karena itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sangat mendukung disahkan RUU Pornografi menjadi UU. Akan tetapi, menurut Masnah, RUU itu harus memberikan sanksi yang berat bagi para pelaku korporasi. Pemberlakuan hukuman bagi korporasi tersebut disesuaikan dengan KUHP dan peraturan yang terkait. Selain itu, antara sanksi pidana dan sanksi denda harus diberlakukan bersamaan.

"Bagi pelaku korporasi perlu pemberatan pemidanaan terhadap korporasi termasuk media massa, iklan, film layar lebar dll, ” katanya.

Dalam kesempatan itu, KPAI meminta agar RUU tidak multitafsir sehingga tidak menimbulkan persoalan dalam implementasi dilapangan.

Sementara itu, Lajnah Tsaqafiyah Hizbut Tahrir Indonesia memandang pengertian pornografi dalam RUU masih belum konkrit sehingga bisa menimbulkan multiinterpretasi masing-masing orang. Padahal dalam aturan yang berasal dari Pencipta manusia, Islam, memiliki konsep tentang aurat yang jelas dan baku. Laki-laki maupun wanita harus menutup auratnya masing-masing.

Meski masih terdapat penolakan, dari dua Fraksi yaitu FPDIP dan FPDS, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi dijadwalkan akan disahkan DPR pada 23 September 2008. Salah satu fraksi yang memberikan dukungan kuat RUU Pornografi disahkan adalah FPKS, di samping tujuh partai lainnya.

Ketua FPKS Mahfudz Siddiq menjelaskan, RUU Pornografi yang akan disahkan nanti lebih difokuskan pada pengaturan mengenai pornografinya saja, bukan pornoaksi seperti pada awal RUU ini diusulkan.

"RUU ini fokus pada pengaturan soal pornografinya saja. Khususnya soal produksi, distribusi, dan penjualan media-media yang mengandung unsur pornografi. Rumusan terakhir sudah merupakan hasil kompromi yang sangat maju, " katanya. (novel)